Rencana Investasi PMA 2015 Terbesar dari Tiongkok, Namun Realisasi Hanya 7%

Bareksa • 04 Jan 2016

an image
Kepala badan Koordinasi penanaman Modal, Franky Sibarani ketika ditemu Bareksa.com di kantornya, Jumat, 3 Juli 2015. (Bareksa/Alfin Tofler)

Total PMA yang masuk sepanjang 2015 mencapai Rp 1.208,80 triliun.

Bareksa.com -  Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat rencana penanaman modal asing (PMA) dari China merupakan yang terbesar sepanjang 2015. BKPM mencatat pengajuan izin prinsip ke BKPM dari Tiongkok periode 1 Januari - 31 Desember 2015 mencapai Rp 277,59 triliun atau 22,96 persen dari total izin prinsip PMA yang masuk ke BKPM. 

Total PMA yang masuk sepanjang 2015 mencapai Rp 1.208,80 triliun. Nilai pengajuan izin prinsip dari Tiongkok pada 2015  naik 67 persen dibanding 2014 sebesar Rp 166,21 triliun.

Kepala BKPM Franky Sibarani, Senin 4 Januari 2015 menyatakan tingginya pengajuan izin prinsip dari Tiongkok ini menunjukkan bahwa Indonesia merupakan negara tujuan investasi utama bagi investor dari Negeri Tembok Besar itu. 

Tantangan BKPM selanjutnya adalah mendorong rencana investasi yang sudah dimasukkan tersebut dapat terealisasi. Dia mengakui, rasio realisasi investasi China hanya 7 persen, masih lebih rendah dibanding negara mitra investasi lainnya.

Ia mencontohkan. negara-negara seperti Jepang, Korea Selatan dan Singapura realisasinya mencapai lebih dari 60 persen.

“Setahun terakhir memang investor dari Tiongkok cukup agresif yang ditunjukkan dengan pengajuan izin prinsip paling besar. Kami akan mendorong agar rencana investasi yang sudah diajukan ke BKPM dapat terealisasikan sehingga realisasi investasi dari Tiongkok dapat meningkat,” kata Franky. 

Ia menambahkan, sektor-sektor yang diminati oleh investor Tiongkok lebih terfokus pada sektor infrastruktur. Berdasakan data BKPM, rencana investasi terbesar yang diajukan oleh investor Tiongkok adalah sektor kelistrikan sebesar Rp 150,89 triliun atau 54,36 persen dari total rencana investasi Tiongkok.

Selanjutnya diikuti oleh sektor angkutan kereta api sebesar Rp 73,90 triliun atau 26,62 persen, sektor industri logam dasar Rp 16,78 triliun atau 6,04 persen, sektor perumahan, kawasan industri dan perkantoran Rp 13,96 triliun atau 5,03 persen serta sektor perdagangan sebesar Rp 9,32 triliun atau 3,36 persen," katanya.

Franky menyatakan tingginya minat investasi di sektor kelistrikan tidak lepas dari agresifnya pemerintah untuk menawarkan potensi investasi sektor ini. 

Selain Tiongkok, negara dengan pengajuan izin prinsip terbanyak adalah Singapura sebesar Rp203,89 triliun, Jepang Rp100,64 triliun, Malaysia Rp69,13 triliun, Korea Selatan Rp60,52 triliun, dan Amerika Serikat Rp56,31 triliun.