Berita / / Artikel

Harga Minyak Diprediksi Merosot Jadi $20, Berkah Atau Bencana Bagi Indonesia?

• 31 Dec 2015

an image
Pekerja melakukan proses produksi di Kilang Pengolahan Pertamina Unit VII Kasim, Sorong, Papua Barat, Rabu (3/6). Kilang tersebut dapat memproduksi 10.000 barrel per hari guna memenuhi kebutuhan bahan bakar minyak (BBM) Papua dan Maluku. ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay

Turunnya harga minyak di tahun 2016 dapat mengurangi penerimaan dari migas sekitar Rp42,8 triliun.

Bareksa.com - Prediksi Dana Moneter Internasional (IMF) tentang bakal ambrolnya harga minyak mentah sebesar $5-15 per barel di tahun 2016, mengagetkan banyak kalangan. Pertanyaannya: jika itu betul kejadian, apakah merupakan berkah atau malah bencana bagi Indonesia? (Baca juga: Mencengangkan, IMF Prediksi Harga Minyak Akan Jatuh ke $20 per Barel)

Sebelum Presiden Joko Widodo mereformasi anggaran subsidi BBM, merosotnya harga minyak memang membawa berkah bagi Indonesia. Soalnya, sepanjang tahun 2012-2014 saja, pemerintah harus menanggung beban subsidi hingga Rp300 triliun per tahun, karena harga minyak rata-rata berada di atas level $100 per barel.

Grafik: Subsidi Energi dan Rata-rata Harga Minyak ICP

Sumber: Kemenkeu, ESDM, diolah Bareksa

Namun, jika kita melihat APBN 2016 yang telah disahkan DPR, anggaran untuk subsidi BBM tinggal "hanya" Rp63,7 triliun yang terdiri dari dana subsidi LPG tabung 3 kg, minyak tanah, dan solar. Maka itu, ambrolnya harga minyak dunia--jika benar terjadi--tidak terlalu berpengaruh di sisi pengeluaran.

Grafik: Komposisi Belanja Negara APBN 2016

Sumber: Kemenkeu, diolah Bareksa

Sebaliknya, impaknya akan terasa di sisi pendapatan. Ditargetkan dalam APBN 2016, perolehan penerimaan dari sektor minyak dan gas dipatok sebesar Rp120 triliun, terdiri dari Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) migas Rp78,6 triliun dan PPh Migas Rp41,4 triliun.  

APBN 2016 ditetapkan di atas asumsi harga minyak US$50 per barel sedangkan target produksi atau lifting minyak adalah sebesar 830 ribu barel per hari. Alhasil, apabila harga minyak anjlok hingga $20 per barel, maka potensi hilangnya penerimaan negara dapat mencapai Rp42,8 triliun.

Menguapnya penerimaan negara dari PNBP migas sendiri bisa sebesar Rp34 triliun. Angka ini diperoleh dari nilai PNBP minyak bumi yang rata-rata menyumbang 73 persen terhadap total PNBP migas. Target PNBP migas ditetapkan Rp78,6 triliun. Jadi, PNBP minyak bumi adalah sekitar Rp57 triliun. Jika harga minyak merosot hingga 60 persen menjadi $20 per barel, maka dapat menyusutkan PNBP minyak bumi menjadi Rp23 triliun. Dengan kata lain, pendapatan dari pos ini bakal menguap sekitar Rp34 triliun.

Ini belum lagi ditambah potensi tergerusnya penerimaan negara yang berasal dari PPh Migas. Pendapatan PPh dari minyak bumi rata-rata menyumbang 35 persen dari total pendapatan PPh migas atau sebesar Rp14,7 triliun dari target APBN 2016. Anjloknya harga minyak mentah itu, dapat mengikis penerimaan negara hingga Rp8,8 triliun.

Grafik: Komposisi Penerimaan Negara APBN 2016

Sumber: Kemenkeu, diolah Bareksa

Artinya, dari kedua akun tersebut, pemerintah bisa kehilangan potensi penerimaan negara total senilai Rp42,8 triliun atau 2 persen dari target penerimaan negara dalam APBN 2016.

Juga perlu dicatat bahwa Indonesia selama ini menerapkan standar harga minyak Indonesia (Indonesia Crude Price, ICP) yang biasanya dipatok lebih tinggi dari harga minyak dunia. (np)

Tags: