Berita / / Artikel

Bursa: 11 Emiten Tertarik Terbitkan DIRE untuk Pendanaan Alternatif

• 15 Dec 2015

an image
Buildings, including some under construction, are seen beyond the marina at Zaitunay Bay in Beirut. - (REUTERS/Jamal Saidi)

Masalah pajak menjadi kendala utama penerbitan DIRE

Bareksa.com - Bursa Efek Indonesia (BEI) menyatakan ada 11 perusahaan yang melirik penerbitan Kontrak Investasi Kolektif melalui Dana Investasi Real Estat (DIRE). Hal itu berdasarkan survei yang dilakukan terhadap sejumlah emiten properti dan manajer investasi di Indonesia.

Direktur Penilaian Perusahaan BEI Samsul Hidayat menyatakan telah melakukan survei terhadap 137 pihak, dan 37 pihak di antaranya membalas survei. Sementara, dari 37 pihak yang membalas survei itu, 33 di antaranya mengetahui produk DIRE. “Dari 33 pihak yang mengetahui itu, 11 di antaranya menyatakan tertarik menerbitkan DIRE,” ujarnya di Jakarta, Senin 14 Desember 2015.

Namun, Samsul mengaku ada beberapa kendala yang dihadapi BEI dalam menjaring penerbitan DIRE ini, baik dari investor maupun dari penerbit. Pertama, ia menilai aturan perpajakan dalam penerbitan DIRE pada saat ini belum membuat para perusahaan tertarik. Saat ini pengalihan aset dalam DIRE masih terkena PPh sebesar 25 persen dari capital gain (keuntungan). “Kedua, investor kurang mengetahui. Penyebabnya adalah kurang likuid. Kami lihat harus ada market maker, ini sedang kami kaji,” ujarnya.

Saat ini, kata dia, jumlah DIRE atau yang secara internasional dikenal dengan istilah Real Estate Investment Trust (REIT) di Indonesia hanya senilai Rp 500 miliar. Hal itu jauh dibandingkan dengan nilai REIT di Eropa yang mencapai US$ 180 miliar, dan AS  senilai US$ 960 miliar.

Kendati beberapa perusahaan menyatakan tertarik dalam survei, Samsul menjelaskan, saat ini para pengembang properti tersebut belum secara resmi mengajukan minatnya ke BEI.

"Belum ada yang serius. Mungkin kalau skemanya menguntungkan, banyak yang mau mencatatkan di Indonesia. Sekarang infrastruktur regulasinya belum sempurna, terutama skema pajak DIRE," ujarnya.

Atas dasar hal itu, Samsul meminta pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pajak (DJP) segera membenahi aturan perpajakan atas penerbitan DIRE ini. Menurut dia, hal itu bakal membuat pasar DIRE akan berkembang di Indonesia.

Sementara itu, Direktur PT Ciputra Development Tbk Tulus Santoso mengatakan perseroan masih menunggu kejelasan aturan perpajakan untuk menerbitkan DIRE. Selain itu, pasar investor yang masih belum besar dinilai jadi salah satu pertimbangan. “Ya itu faktornya. Pajak, kemudian BPHTB (Biaya Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan). Kemudian dari sisi investor masih kami kaji terus," katanya.

Tulus menjelaskan, jika dilihat dari porsi pendapatan berulang (recurring income) perseroan saat ini, maka potensi penerbitan DIRE terbilang besar. Namun, ia menyatakan masih melihat situasi yang ada terkait kejelasan aturan dan kondisi pasar. “Recurring kami saat ini secara nilai kira-kira Rp 10 triliun. Potensinya secara teoritis bisa sebagai underlying asset, tinggal aturannya,” ujarnya.

Senada, Direktur Keuangan PT Pakuwon Jati Tbk (PWON) Minarto Basuki mengatakan kemungkinan pengurangan pajak dapat menjadikan DIRE sebagai alternatif pendanaan yang menarik. Pasalnya, saat ini biaya dana yang dikeluarkan bila developer menerbitkan DIRE sangat besar, jauh lebih tinggi dibandingkan dengan menerbitkan obligasi.

"Kalau pajaknya bisa lebih rendah daripada cost menerbitkan obligasi, tentu DIRE bisa menjadi alternatif pendanaan. Pemerintah harus melihat instrumen ini bukan hanya sebagai investasi tetapi juga sebagai financing yang dapat mendorong pertumbuhan properti di Indonesia," katanya di Jakarta.

Adapun Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan dalam pembahasan untuk mengkaji kembali aturan yang sudah berlaku terkait dengan DIRE. Salah satu yang mungkin diturunkan adalah pajak penjualan (pph) final menjadi kurang dari 5 persen.

 

Tags: