Berita / / Artikel

2 Sekuritas Turunkan Target Harga MIKA. Apa Alasannya?

• 09 Dec 2015

an image
Direktur Utama Bursa Efek Indonesia Ito Warsito (kanan) didampingi Direktur Utama PT Mitra Keluarga Karyasehat Tbk Rustiyan Oen (tengah) dan Direktur Utama PT Kresna Graha Sekurindo Tbk Michael Steven (kiri) mengamati pergerakan saham PT Mitra Keluarga pada acara pencatatan sahamnya (ANTARA FOTO/HO)

Pasien rawat inap MIKA turun 5 persen dipicu implementasi JKN

Bareksa.com -  Implementasi program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) membawa efek terhadap operator rumah sakit. Berbeda dengan PT Siloam Internasional Hospitals Tbk (SILO) yang menerima pasien JKN, MIKA sebelumnya menolak untuk ikut serta sebagai rumah sakit rujukan JKN dan baru belakangan ini menerima peserta JKN dengan skema Coordination of Benefit (CoB). Alhasil jumlah pasien rawat inap menurun dan hal ini menjadi kekhawatiran investor ke depannya. Tercermin dari harga saham MIKA yang belum dapat kembali ke harga stock split  Rp 2.800. (baca juga : Membandingkan MIKA dan SILO, Mana yang Lebih Propsektif?)

Tercatat dua sekuritas yang merekomendasikan untuk mengurangi MIKA. Bahana Securities menyarankan untuk mengurangi MIKA dengan target harga Rp 1.900 atau turun 17,6 persen dari harga penutupan hari ini (Selasa, 8 Desember 2015). Adapun CIMB menurunkan rekomendasi dari ‘Buy’ menjadi ‘Hold’. Target Harga MIKA juga diturunkan dari Rp 2.800 menjadi Rp 2.700.

Apa yang memicu perubahan rekomendasi ini ?

Menurut riset Bahana yang dirilis 3 Desember 2015, MIKA akan menghadapi penurunan pangsa pasar karena tergerus implementasi program JKN. Dengan membludaknya peserta JKN, tiga rumah sakit MIKA mulai melayani pasien JKN di bawah skema CoB. Skema ini memungkinkan pasien yang terdaftar sebagai peserta JKN untuk meng-upgrade pelayanan rumah sakit dengan kerja sama antara Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) dengan asuransi.

CoB dapat meningkatkan jumlah pasien yang berkunjung, tapi peningkatan ini tidak akan sebesar operator rumah sakit yang menerima rujukan pasien JKN seperti PT Siloam Internasional Hospitals (SILO).

Senada dengan Bahana, CIMB dalam laporan risetnya mencatat penurunan 5 persen pasien rawat inap MIKA pada kuartal III-2015 akibat menurunnya permintaan dan implementasi JKN. Selain itu, rata-rata lama rawat inap pasien (average length of stay/ALOS) juga turun menjadi 3,45 hari pada kuartal III-2015 dari 3,51 hari pada periode yang sama tahun lalu.

Grafik : Jumlah Pasien Rawat Inap (Inpatient) dan Pendapatan Per Pasien

Sumber : CIMB

Faktor lain yang mempengaruhi turunnya penilaian terhadap MIKA adalah strategi ekspansi perseroan yang konservatif. MIKA hanya menargetkan penambahan enam rumah sakit pada 2019, sedangkan pemerintah pada tahun yang sama berkomitmen agar seluruh penduduk ikut dalam kepesertaan JKN. Hal ini dikhawatirkan menyebabkan MIKA ‘ketinggalan kereta’ . Operator rumah sakit agresif seperti SILO akan lebih diuntungkan oleh ambisi pemerintah ini.

EBITDA margin yang diekspektasikan akan turun juga menjadi catatan bagi MIKA. EBITDA (earnings before interest, taxes, depreciation and amortization) margin merupakan rasio profitabilitas untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba. Di antara emiten rumah sakit lain, MIKA  memang memiliki EBITDA margin paling tinggi karena telah mencapai tahap ‘mature’. Namun , ke depannya EBITDA marjin diperkirakan menyusut karena rencana pembukaan rumah sakit baru yang menyebabkan anjloknya tingkat okupansi.

 

Tags: