Bareksa.com - Bank Indonesia (BI) dalam Rapat Dewan Gubernur pada 17 November 2015 memutuskan untuk menurunkan Giro Wajib Minimum (GWM) primer sebesar 50 basis poin menjadi 7,5 persen dari 8 persen, yang efektif mulai 1 Desember 2015. Lantas, perlukah penurunan GWM ini?
GWM adalah jumlah dana minimum yang wajib dipelihara oleh bank dan besarnya ditetapkan oleh BI. Terdapat tiga jenis GWM yang diatur oleh BI, yaitu GWM primer, GWM sekunder dan LFR. Jenis GWM yang diturunkan yaitu GWM primer atau simpanan berbentuk saldo rekening giro.
BI mengharapkan penurunan GWM akan menambah likuiditas bank. Turunnya GWM diperkirakan akan menambah Rp 18 triliun ke sistem perbankan dan juga menurunkan beban bunga (cost of funds)
Beberapa analis memiliki pandangan berbeda dengan langkah BI menurunkan GWM. Mandiri Sekuritas mempertanyakan keputusan pemotongan GWM karena permintaan kredit lemah dalam jangka pendek. Selain itu, likuiditas bank saat ini terhitung mencukupi. Hal ini diindikasikan dengan turunnya suku bunga deposito menjadi 8,3 persen per Agustus 2015 dibanding pertengahan 2014 sebesar 9,4 persen dan juga rasio Loan to Deposit (LDR) yang turun dibanding tahun lalu.
Grafik LDR Bank Umum Konvensional
Sumber : Bank Indonesia, Bareksa diolah
Grafik Pertumbuhan Kredit
Sumber : Kim Eng, BI
Berkebalikan dengan Mandiri Sekuritas, Kim Eng menilai langkah BI ini tepat karena tingkat bunga antar bank masih terhitung tinggi dengan pertumbuhan kredit 11 persen.
Namun demikian, dari grafik di atas terlihat pertumbuhan kredit dalam lima tahun terakhir terus melambat sehingga penambahan likuiditas bank belum tentu dapat disalurkan semua dalam bentuk pinjaman ke masyarakat. Oleh karena itu, diharapkan langkah BI selanjutnya adalah penurunan suku bunga acuan. (Baca juga : JK, Darmin, Luhut Vs Agus Martowardojo -- BI Rate Perlu Turun?)