Bareksa.com - Skandal transkrip rekaman permintaan sekitar 20 persen saham PT Freeport Indonesia yang mencatut nama Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla, terus bergulir kencang. Luas diberitakan, permintaan itu disampaikan dalam sebuah pertemuan antara Ketua DPR Setya Novanto, seorang pengusaha minyak, dan Direktur Utama Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin.
Menjadi pertanyaan, seberapa besar sebetulnya 20 persen nilai saham Freeport yang diributkan itu? Analis Bareksa menyusuri datanya.
Saham pemerintah di Freeport Indonesia sampai saat ini hanya 9,36 persen, yang diperoleh dari Kontrak Karya I. Sementara itu, Kontrak Karya II mengamanatkan Freeport Indonesia harus secara bertahap mendivestasikan saham sampai sebesar 51 persen. Namun, kewajiban itu belum dieksekusi sepenuhnya karena terganjal PP No. 20/1994 yang membolehkan perusahaan asing memiliki 100 persen saham anak usahanya di Indonesia.
Dalam periode Kontrak Karya II, Freeport Indonesia kembali mendivestasi 9,36 persen saham ke PT Indocopper. Kala itu, Indocopper dimiliki oleh Bakrie Brothers meski sekarang sudah kembali dimiliki oleh Freeport Indonesia.
Pada tahun 2012 lalu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menerbitkan PP No. 24/2012. Isinya, mewajibkan seluruh pemilik tambang untuk mendivestasikan secara bertahap saham mereka hingga sebesar 51 persen kepada pihak Indonesia, baik pemerintah maupun perusahaan swasta. Namun, karena Freeport Indonesia melakukan penambangan bawah tanah, maka berdasarkan PP tersebut kewajiban divestasinya hanya sebesar 30 persen.
Sampai sekarang, belum ada kejelasan berapa persen saham Freeport Indonesia yang akan dilepas ke pihak Indonesia. Hanya saja, pada Juli lalu, Direktur Utama Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin mengumumkan kepada media, “Oktober, kita akan melihat kepemilikan pihak Indonesia menjadi 20 persen.”
Hingga hari ini, pelepasan saham Freeport Indonesia itu belum terjadi.
Bagan: Kepemilikan Saham PT Freeport Indonesia
Sumber: Website PT Freeport Indonesia
Jika dihitung sesuai aturan yang ada, sisa saham Freeport Indonesia yang wajib didivestasi masih sekitar 20,64 persen--karena pemerintah sebelumnya sudah memiliki 9,36 persen.
Analis Bareksa mencoba menghitung berapa sebetulnya nilai 20,67 persen saham Freeport Indonesia yang diributkan ini.
Peraturan Menteri ESDM No. 27/2013 mengatur tata cara dan penetapan harga divestasi saham. Pasal 13 peraturan ini menyebutkan bahwa harga divestasi saham ditetapkan berdasarkan biaya penggantian (replacement cost) atas investasi dengan jumlah kumulatif sejak tahap eksplorasi, dikurangi penyusutan dan kewajiban keuangan.
FOTO: Tambang terbuka PT Freeport Indonesia di Timika, Papua (Antara Foto/Muhammad Adimaja)
Data Freeport Indonesia menunjukkan, sampai dengan 2015 total investasi yang dikeluarkan mencapai Rp86 triliun, dengan asumsi tanpa menghitung penyusutan dan kewajiban keuangan. Dengan demikian, maka nilai 20,64 persen saham Freeport Indonesia itu sekitar Rp17,8 triliun. Angka ini belum termasuk perkiraan tambahan investasi pengembangan tambang bawah tanah total senilai Rp160-180 triliun. Bila angka ini dimasukkan, maka dana yang perlu dibayarkan pemerintah untuk membeli 20,64 persen saham itu sekitar Rp50,8-54,9 triliun.
Jika menggunakan metode rasio price to earning (PER), valuasi seluruh saham Freeport Indonesia berkisar $9,5 miliar atau Rp133 triliun. Angka ini diperoleh dari perkalian PER industri dengan perkiraan laba PT Freeport Indonesia tahun ini. PER industri tambang bahan mineral mencapai 13,2 kali. Sementara itu, laba operasional Freeport Indonesia pada akhir tahun ini berkisar $717 juta atau Rp10,4 triliun.
Dengan metoda valuasi tersebut, maka nilai 20,64 persen saham PTFI setara Rp27,4 triliun.
Dan perlu kita garis bawahi tebal-tebal bahwa nilai itu mencapai tiga kali lipat dari nilai seluruh ekuitas PT Aneka Tambang Tbk (ANTM), yang berdasarkan harga pasar (kapitaliasi pasar) saat ini "hanyalah" Rp8,1 triliun.
Mantap, bukan? (np, kd)