Ada Kejanggalan Dalam PMK DIRE yang Dikeluarkan Menteri Keuangan?

Bareksa • 17 Nov 2015

an image
Jajaran gedung bertingkat di kawasan Jakarta Pusat, Jakarta, Rabu (3/6). Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch Ali Tranghanda mengatakan pasar properti yang sedang melambat pada awal 2015 ini diperkirakan bakal segera naik kembali paling lambat akhir 2015 atau awal 2016. ANTARA FOTO/M Agung Rajasa

Kebijakan ini merupakan salah satu paket ekonomi jilid V yang dikeluarkan pemerintah.

Bareksa - Dalam paket kebijakan ekonomi tahap V muncul insentif pajak berupa penghapusan pajak berganda bagi instrumen Dana Investasi Real Estate (DIRE). Tetapi dalam PMK yang secara resmi dikeluarkan Menteri Keuangan, ada kejanggalan pasal terkait insentif pajak.

Menteri Keuangan mengeluarkan PMK No. 200 Tahun 2015 tentang perlakuan perpajakan bagi wajib pajak dan pengusaha kena pajak yang menggunakan skema Kontrak Investasi Kolektif (KIK) tertentu berupa Dana Investasi Real Estate (DIRE).

KIK DIRE merupakan kontrak antara Manajer Investasi dan Bank Kustodian untuk mengelola dana nasabah ke investasi properti. Sementara dalam aturan Badan Pertanahan Nasional, kepemilikan atas tanah dan bangunan harus berbadan hukum, sehingga produk KIK DIRE tidak bisa langsung melakukan pembelian atas suatu aset properti melainkan melalui Special Purpose Company (SPC). SPC ini 99,9 persen sahamnya akan dimiliki oleh KIK DIRE ini yang modalnya bersumber dari dana masyarakat pemodal.

Dalam aturan sebelumnya, pemodal KIK DIRE terkena pajak berganda. Sebab pada saat transaksi aset properti, SPC sebagai pembeli akan dikenakan PPN sebesar 10 persen dan BPHTB 5 persen. Padahal nantinya ketika KIK DIRE sudah menghasilkan dividen ke pemodal, pemodal juga harus membayar pajak 15 persen.

Sementara di sisi pemilik properti, jika ingin menjual asetnya melalui DIRE maka akan dikenakan PPh Final 5 persen dan BPHTB sebesar 5 persen.

Dalam PMK yang baru, SPC masih dikenakan BPHTB sebesar 5 persen, tapi menghilangkan PPN sebesar 10 persen. PPN 10 persen masih harus dibayarkan, tapi akan dikembalikan oleh pemerintah

Tetapi, menurut salah seorang pelaku di sektor properti yang enggan disebut namanya mengatakan, PMK 200 masih ada yang mengganjal.

Pada pasal 4 ayat 1 PMK 200, kata dia, tertulis bahwa pengalihan Real Estat dari pihak yang mengalihkan Real Estat kepada SPC dalam skema KIK tidak termasuk dalam cakupan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (2) PP 48 Tahun 1994 yang dikenai Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Pajak Penghasilan.  

Lalu di pasal 2 PMK 200 tertulis bahwa penghasilan yang berasal dari pengalihan Real Estat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan objek Pajak Penghasilan berupa keuntungan atas pengalihan harta bagi pihak yang mengalihkan Real Estat. Padahal dalam PPh pasal 17 mengenai keuntungan pengalihan dikenakan pajak sebesar 25 persen dari keuntungan.

Setiap aset yang akan dijual sebagai DIRE tentu akan bertambah nilainya. Pasalnya, setiap nilai aset dihitung oleh tim apraisal independen.

Pengamat perpajakan dari Universitas Pelita Harapan Roni Bako kepada Bareksa.com mengatakan dari PMK tersebut memang terlihat bahwa pemerintah mengenakan pajak terhadap selisih nilai aset yang akan dijadikan DIRE tersebut.

"Yang jelas itu objek pajak karena ada penambahan kekayaan atas berkembangnya nilai aset," katanya kepada Bareksa.com, Senin 16 November 2015.

Menurut dia, hal ini wajar saja terjadi karena pemerintah ingin mendapatkan objek pajak. Direktur Jenderal Pajak Sigit Priadi Pramudito hingga saat ini masih belum memberi komentar. Pesan yang Bareksa kirimkan dan juga telepon belum mendapatkan tanggapan.

Masih menunggu OJK

Corporate Secretary PT Pakuwon Jati Tbk Minarto kepada Bareksa.com mengatakan manajemen masih mendiskusikan PMK ini dengan konsultan pajak perseroan. Manajemen perseroan juga masih perlu mempelajari struktur DIRE yang sesuai dengan portofolio.

"Kami juga mau tunggu arahan OJK lebih lanjut. Katanya akan ada sosialisasi dari OJK, memanggil para emiten properti," katanya.

PWON sendiri merupakan salah satu beberapa  dari sejumlah emiten properti dengan porsi pendapatan berkala (recurring income) cukup besar. Perusahaan lain yang recurring income-nya tinggi adalah PT Summarecon Agung Tbk (SMRA) dan PT Agung Podomoro Land Tbk (APLN). (baca juga: Penerbitan DIRE : Siapa Emiten Paling Tinggi Recurring EBITDA Marjinnya?)

Grafik Porsi Recurring Income

Sumber : Perusahaan, Bareksa