Bareksa.com - Periode Oktober 2015 Indonesia kembali mencatatkan deflasi sebesar 0,08 persen. Dengan demikian inflasi year on year (yoy) menjadi 6,25 persen.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suryamin mengatakan deflasi ini terjadi karena cenderung menurunnya harga barang-barang pada Oktober. Inflasi tertinggi terjadi di Tanjung Pandan sebesar 1,95 persen. Deflasi tertinggi ada di Manado dengan 1,49 persen.
Menurut dia, deflasi pada Oktober juga terjadi pada 2011. Dari 82 Indeks Harga Konsumen di 82 kota terjadi deflasi di 44 kota, sedangkan 38 kota mengalami inflasi.
Indeks kelompok pengeluaran yang paling berpengaruh pada deflasi adalah kelompok bahan makanan sebesar 1,06 persen. Kelompok yang mengalami kenaikan indeks, yaitu kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau 0,40 persen; kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar 0,09 persen; kelompok sandang 0,25 persen; kelompok kesehatan 0,29 persen; dan kelompok pendidikan, rekreasi, dan olahraga 0,16 persen, dan kelompok transpor, komunikasi, dan jasa keuangan 0,02 persen.
Ia melanjutkan, tingkat inflasi tahun kalender (Januari – Oktober) 2015 sebesar 2,16 persen dan tingkat inflasi tahunan (Oktober 2015 terhadap Oktober 2014) sebesar 6,25 persen.
Sebelumnya, Mandiri Sekuritas dalam risetnya yang dibagikan kepada nasabah memperkirakan pada Oktober akan kembali mengalami deflasi. Berdasarkan data beberapa harga memang mengalami penurunan.
Harga listrik yang dibayarkan pada Oktober mengalami penurunan 1,5 persen dibanding bulan sebelumnya. Namun, deflasi dari sektor pangan mungkin tidak sebesar yang terjadi pada September.
Kedua hal ini dipercaya bisa menahan laju inflasi yang terjadi di sektor perumahan dan juga sandang. Sementara itu, inflasi inti diharapkan berada di atas batas lima persen. Mandiri memperkirakan inflasi inti akan tetap berada di 5,08 persen year on year.
Sumber: Mandiri Sekuritas
IHSG Masih Tertekan
Deflasi pada Oktober tampaknya masih belum bisa membuat hijau bursa saham. Hingga pukul 11.40 IHSG masih berada di zona merah dengan turun tipis 0,16 persen. Analis Paramitra Alfa Sekuritas Mohamad Adityo Nugroho mengatakan IHSG pada minggu lalu masih dilanda aksi jual asing.
"IHSG pada akhir pekan lalu masih dilanda aksi jual asing dengan net sell Rp 807 miliar. Namun IHSG tercatat hanya mengalami penurunan sebesar 0.38% (-16.84 poin) di level 4,455.18 dengan total transaksi tercatat sebesar Rp 5.6 triliun," katanya.
Adit mengatakan indeks Dow Jones pada akhir pekan lalu ditutup melemah 0.52 persen akibat kinerja emiten yang kurang menggembirakan. Sementara pagi ini indeks Nikkei dibuka melemah 1,7 persen akibat data indeks manufaktur resmi Tiongkok yang terkontraksi.
Hal ini dinilai berpotensi turut menyeret bursa-bursa regional kembali ke zona merah. Deflasi, menurut dia, akan menjadi sentimen penggerak IHSG. Adanya deflasi akan semakin membuka peluang tercapainya target inflasi tahun ini sebesar 4 persen.
"Support IHSG untuk hari ini berada di level 4,411. Jika level tersebut ditembus maka berpeluang menutup gap di level 4,346 - 4,381. Diharapkan bottom reversal akan segera tampak," katanya.