Bareksa.com - Persoalan terkait Penyertaan Modal Negara (PMN) masih terus digaungkan oleh Fraksi Gerindra dan menjadikannya satu-satunya fraksi yang tidak setuju dengan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2016.
Dalam rapat antara Pemerintah dengan Badan Anggaran (Banggar DPR) dari pukul 17.30 WIB hingga 03.00 WIB hari ini, Jumat 30 Oktober 2015 yang akhirnya meloloskan RAPBN 2016. Hasil rapat dengan Banggar ini akan dibawa ke sidang paripurna yang akan dilangsungkan pada pukul 10.00 WIB. Rapat paripurna akan membahas RAPBN 2016 beserta pendapat akhir mini fraksi.
Dari catatan Bareksa, seluruh frakri yang ada di Banggar satu fraksi menyatakan tidak setuju yakni Fraksi Gerindra sedangkan dua fraksi menerima dengan catatan.
Fraksi Golongan Karya menerima namun memberikan catatan jika postur APBN yang diakukan pemerintah dinilai kurang realistis dan belum mencerminkan politik anggaran yang pro rakyat.
Selain itu fraksi golkar menilai alokasi Penyertaan Modal negara di Badan Usaha Milik Negara semakin besar. Padahal, menurutnya, anggaran untuk bidang pertanian, perikanan, kelautan, kehutanan dan infrastruktur pedesaan relatif kecil.
Untuk itu fraksi Golkar meminta pemerintah tidak memaksakan penempatan PMN di BUMN. Apalagi target penerimaan pajak dan lainnya tidak tercapai di tahun ini.
Golkar meminta pemerintah untuk merealiasikan dana desa sebesar Rp1 miliar setiap desa. Golkar juga meminta agar pemerintah melakukan pembelian peralatan penanggulanan masalah asap yang timbul.
Golkar juga meminta pemerintah untuk melakukan perubahan pengurangan pagu anggaran total APBN 2016 sehingga menjadi lebih realistis dan sehat. Alasannya, penerimaan pajak tahun 2015 telah mengalami perlambatan.
Fraksi PKS juga memberikan catatan agar pemerintah lebih realistis untuk membuat perencanaan penerimaan negara terutama sektor perpajakan. PKS juga meminta pemerintah membuat kebijakan lainnya agar menerapkan azas keadilan bagi wajib pajak yang patuh.
PKS meminta agar pemerintah tidak menjadikan tax amnesty sebagai exit policy dalam perencanaan penerimaan pajak jika terjadinya shrotfall di 2015 dan 2016. PKS juga memberikan cacatan mengenai PMN. Menurut PKS, ada BUMN yang tidak layak menerima PMN dan tidak memberikan data yang cukup.
Sedangkan Fraksi PPP tidak menyatakan menolak atau menerima RAPBN 2016. Mereka hanya setuju jika hasil rapat banggar diteruskan ke tahap selanjutnya.
Asumsi Makro RAPBN 2016
Sementara itu Pemerintah bersama Banggar DPR sudah menyetujui asumsi makro untuk dibawa ke rapat Paripurna DPR. Dalam asumsi makro RAPBN 2016 tersebut dicatat pertumbuhan ekonomi sebesar 5,3 persen. Hal ini menunjukan bahwa pemerintah saat ini lebih realistis dengan keadaan ekonomi karena angka ini lebih rendah dibandingkan dengan target dalam APBN-P 2015 lalu yang sebesar 5,7 persen.
Bambang Brodjonegoro, Menteri Keuangan RI pada awal Agustus 2015 lalu memang sudah menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi 2015 menjadi hanya sekitar 5-5,2 persen. Dengan target pertumbuhan ekonomi tahun depan 5,3 persen mensinyalkan optimisme pemerintah dengan adanya pemulihan kondisi ekonomi.
Yang juga menarik dalam asumsi makro RAPBN 2015 suku bunga ditargetkan diangka 5,5 persen dengan nilai tukar berada di kisaran Rp13.900 per dolar Amerika Serikat. Ini menunjukan indikasi Pemerintah akan melonggarkan kebijakan moneter guna mendorong pertumbuhan ekonomi tetapi tetap menjaga inflasi yang ditargetkan 4,7 persen.
Sementara ICP di asumsikan mencapai $50 dolar per barel dan ditargetkan lifting minyak sebanyak 830 ribu dan gas 1,15 juta.
Pemerintah juga menargetkan angka kemiskinan berada di angka 9-10 persen, GINI rasio di angka 0,39, indeks pembangunan manusia di angka 70,1. Tingkat pengangguran terbuka diharapkan turun hingga 5,2-5,5 persen. Sedangkan postur anggaran pendapatan negara sebesar Rp 1.822,5 trilun yang diperoleh dari penerimaan perpajakan Rp1.546,7 triliun atau tumbuh 12 persen dari target APBNP 2015. Sementara penerimaan negara bukan pajak ditargetkan Rp273,8 trilun dan dana hibah Rp2 triliun.
Belanja negara dipatok sebesar Rp2.095,7 triliun naik 5,6 persen dari APBNP 2015, dimana belanja pemerintah pusat sebesat Rp1.325,6 triliun, naik 0,4 persen dan transfer ke daerah sebesar Rp770,2 triliun melonjak 15,8 persen.
IHSG Tertekan
IHSG pada hari Jumat 30 Oktober 2015 diperkirakan masih akan mengalami tekanan dan bergerak di zona merah. Head of Research PT NH Korindo Securities Indonesia, Reza Priyambada, kepada Bareksa.com, Kamis 29 Oktober 2015 mengungkapkan jika gaduh di DPR saat ini berpengaruh secara psikologis kepada IHSG.
IHSG Jumat, 29 Oktober 2015 turun 2,97 persen atau 136,72 poin ke level 4.471,02. Penurunan ini mengherankan pasalnya sentimen positif sedang melanda Indonesia.
"Pelaku pasar itu mencoba optimis karena semua parameter mencarah kesana. Pertama ada ditundanya kenaikan suku bunga the Fed," katanya.
Ia melanjutkan, pelaku pasar juga melihat adanya perbaikan kondisi ekonomi dan realisasi kebijakan pemerintah. Namun, pemberitaan pembahasan yang akan deadlock mengganggu optimisme para pelaku pasar.
Pergerakan IHSG pada Sabtu, 29 Oktober 2015 diperkirakan akan kembali dalam tekanan. Pasalnya masalah RAPBN 2016 ini akan berlanjut dan masih menunggu keputusan di rapat paripurna.
"Pasar tentu memikirkan pemerintah yang sudah mengeluarkan lima paket kebijakan dan untuk mewujudkannya membutuhkan anggaran. Jika anggaran deadlock tentu kebijakan pemerintah pada tahun 2016 tidak akan bisa berjalan dan perekonomian akan melemah," katanya.
Oleh karena itu menurut Reza kemarin ada dana asing yang keluar hingga Rp998 miliar. Penjualan asing ini dalam kondisi normal termasuk angka yang cukup besar.
"Bursa masih akan dihantui pelemahan tetapi kita berharap pelemahannya cukup terbatas. Tetapi keluarnya data pengangguran dan GDP Amerika Serikat nanti malah juga bisa ikut mempengaruhi bursa," katanya. (np)