Bareksa.com - Di tengah perlambatan ekonomi dunia, beberapa negara berlomba memberi stimulus dan kelonggaran moneter.
Pekan lalu People’s Bank of China (PBoC) atau bank sentral China memotong suku bunga acuan untuk keenam kalinya sejak November 2014 menyusul data pertumbuhan ekonomi kuartal ketiga 2015 yang berada di bawah 7 persen. Suku bunga pinjaman dipotong menjadi 4,35 persen dari 4,6 persen, sedangkan suku bunga simpanan turun menjadi 1,5 persen dari 1.75 persen. Giro Wajib Minimum juga turun 50 basis point (bps) dan berita terakhir bunga acuan untuk repo 7 hari diturunkan menjadi 2,25 persen dari 2,35 persen. Pemerintah China melakukan berbagai manuver ekonomi agar perekonomian China tidak terus terpuruk.
Grafik Suku Bunga Acuan China
Grafik Pertumbuhan Ekonomi China
Sumber : tradingeconomics.com, Bareksa.com
Eropa mensinyalkan tambahan stimulus
Selain perlambatan ekonomi, Eropa juga dihadapkan pada deflasi. Mario Draghi sebagai pimpinan bank sentral Eropa menyatakan akan meninjau kembali kebijakan moneternya. European Central Bank (ECB) atau bank sentral Eropa telah menggelontorkan stimulus moneter berupa pelonggaran kuantitatif atau yang biasa disebut quantitative easing sebesar 60 miliar Euro per bulannya yang telah berlangsung sejak Maret 2015 dan direncanakan akan berlanjut hingga September 2016. ECB membeli obligasi yang diterbitkan pemerintah dan institusi keuangan Eropa sehingga mata uang Euro akan membanjiri pasar.
Grafik Pertumbuhan Ekonomi Eropa
Grafik Inflasi Eropa
Sumber : tradingeconomics.com, Bareksa.com
Menjelang rapat BOJ, spekulasi tambahan stimulus mencuat
Jepang mengalami masalah deflasi sejak pemerintahnya menaikkan pajak konsumsi pada awal tahun ini. Rapat bank sentral Jepang akan diadakan pada minggu ini berencana membahas stimulus moneter untuk mengejar target inflasi 2 persen. Seperti Eropa, Jepang juga melakukan pembelian obligasi dan aset pemerintah lainnya sebesar 80 triliun yen.
Grafik Inflasi Jepang
Sumber : tradingeconomics.com, Bareksa.com
Indonesia Kapan?
Selain stimulus paket kebijakan pemerintah jilid I – V, pelonggaran moneter terkait pemotongan suku bunga Bank Indonesia (BI) untuk menggenjot pertumbuhan ekonomi sudah dinantikan investor.
Namun, BI tidak dapat serta merta menurunkan suku bunga karena penurunan nilai tukar Rupiah dan antisipasi rencana kenaikan suku bunga The Fed. Seiring dengan ekspektasi kenaikan suku bunga The Fed yang bergeser menjadi tahun depan dan inflasi yang cukup terkendali, BI semestinya cukup memiliki ruang untuk menurunkan suku bunganya.
Deutsche Bank Indonesia dalam laporan yang dikirim ke nasabah (27/10) berpendapat Bank Indonesia akan memotong suku bunga sekitar 50 bps pada semester I 2016. Hal ini didasari oleh tekanan inflasi yang mulai berkurang menuju ke target 4 persen tahun ini, sedangkan tahun depan akan berkisar 4 - 5 persen.