Bareksa.com - Dalam berinvestasi reksa dana, masing-masing investor pasti sudah memiliki tujuan dan menentukan profil risikonya. Bila sudah tahu tujuan dan risiko, investor juga harus menentukan strategi dalam menanamkan uangnya di reksa dana.
Strategi berinvestasi ini harus sesuai dengan kondisi pasar agar mendapatkan imbal hasil maksimal. Seperti apakah strategi yang biasa dipraktikan oleh investor reksa dana? Kapan dan bagaimana strategi tersebut dilakukan?
Presiden Direktur PT Mega Asset Management Ferra menjelaskan ada tiga strategi yang umum dilakukan oleh investor:
1. Market Timing
Pemodal biasanya mencoba memprediksi pergerakan pasar dengan memperhatikan indikator seperti pergerakan IHSG dan pergerakan imbal hasil obligasi. Dalam strategi ini, pemodal berusaha membeli dengan harga termurah dan menjual kembali di saat pasar menunjukkan kinerja yang baik. Jadi, singkatnya pemodal berusaha menentukan titik terendah harga dan menjual kembali di titik tertinggi untuk mendapatkan keuntungan.
2. Lumpsum
Melakukan investasi dalam sekali investasi saja dan biasanya dalam jumlah besar dan ditahan dalam jangka waktu yang cukup panjang. Konsisten dan taat tidak keluar dari pasar meskipun mengalami kenaikan ataupun penurunan.
3. Regular Investing (Investasi berkala berdasarkan periode tertentu misalnya bulanan)
Pemodal berinvestasi secara berkala pada periode waktu yang ditentukan dan tidak dipengaruhi oleh pergerakan pasar. Bila pemodal tidak memiliki waktu khusus untuk melakukan analisis pergerakan pasar, strategi Regular Investing merupakan yang terbaik.
Dari ketiga strategi tersebut, manakah yang lebih unggul dalam memberi imbal hasil?
Untuk menjawab pertanyaan itu, dilakukan simulasi pada rentang waktu Januari 2008 - Desember 2010. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) diasumsikan sebagai NAV atau Unit dari sebuah reksa dana saham dan selanjutnya pembelian unit penyertaan reksa dana disimulasikan dengan strategi lumpsum dan berkala. Pemilihan rentang waktu untuk melihat perbedaan di antara kedua strategi tersebut untuk kondisi bearish (menurun), recovery (pemulihan), dan bulish (naik).
Grafik Pergerakan IHSG 2008-2010
Sumber: Bareksa.com
Simulasi pertama dilakukan dalam kondisi bearish, yaitu saat pasar saham turun sejak Januari 2008 - Desember 2008. Misalkan investor memiliki dana Rp12 juta dan akan ditanam selama periode 12 bulan tersebut. Dengan strategi lumpsum, investasi akhir periode hanya tersisa Rp5,95 juta, atau imbal hasil minus 50,38 persen.
Di sisi lain, dengan strategi berkala dan jumlah dana yang sama, investor yang menggunakan strategi berkala justru mencatat investasi akhir periode sebesar Rp8,63 juta. Memang, nilai investasinya turun tetapi, angka penurunannya hanya 28,11 persen, jauh lebih kecil dibandingkan dengan investasi menggunakan strategi lumpsum.
Grafik dan Tabel Simulasi Investasi Saat Bearish 2008
Sumber: Mega Asset, diolah Bareksa.com
Dari simulasi pertama, terlihat bahwa investasi secara berkala lebih unggul dibanding lumpsum pada kondisi bearish (pasar menurun).
Selanjutnya, simulasi kedua diterapkan dalam kondisi pemulihan (recovery), yaitu sejak Januari 2009 - Desember 2009. Bila pada awal periode ini investor menanamkan Rp24 juta secara lumpsum, investasi pada akhir periode tercatat sebesar Rp22,27 juta atau minus 7,22 persen.
Namun, dengan strategi berkala, investor setiap bulan menanamkan Rp2 juta selama 12 bulan. Jumlah uang yang ditanamkan Rp24 juta, tetapi pada akhir periode investasinya mencapai Rp32,27 juta atau bertumbuh 34,44 persen.
Grafik dan Tabel Simulasi Investasi Saat Recovery 2009
Sumber: Mega Asset, diolah Bareksa.com
Terlihat dari simulasi itu, pada kondisi recovery (pasar pemulihan) investasi secara berkala sekali lagi lebih unggul daripada lumpsum.
Terakhir, simulasi ketiga dilakukan dalam kondisi pasar naik (bullish), yaitu sejak Januari 2010 - Desember 2010. Investor yang berinvestasi secara lumpsum sebesar Rp12 juta pada awal tahun, dapat menikmati kenaikan return 43,8 persen pada akhir periode. Nilai investasinya pun bertumbuh menjadi Rp17,26 juta.
Pada saat yang sama, investor yang melakukan investasi berkala pada masa ini juga tetap membukukan return positif. Bila total investasinya selama 12 bulan sebesar Rp12 juta, nilai investasi pada akhir periode naik 22,5 persen menjadi Rp14,7 juta. Dalam simulasi ketiga, strategi lumpsum unggul bila dibandingkan dengan strategi berkala.
Grafik dan Tabel Simulasi Investasi Saat Bullish 2010
Sumber: Mega Asset, diolah Bareksa.com
Setelah dilakukan simulasi terhadap tiga strategi tersebut, dapat disimpulkan bahwa setiap strategi tetap memiliki kekurangan dan kelebihannya masing-masing. Pada kondisi pasar yang sedang menurun, strategi market timing lebih unggul dari dua strategi lainnya. Sementara pada kondisi pasar naik, strategi lumpsum lebih baik dibandingkan lainnya.
Masalahnya, ternyata tidak ada satu orangpun yang bisa memprediksi dengan pasti kapan pergerakan pasar mencapai titik terendah dan tertingginya, karena kondisi pasar modal sangat dinamis. Oleh karena hal tersebut maka untuk strategi berinvestasi pada reksa dana yang tepat adalah dikembalikan kepada tujuan investasi dari pemodal sendiri. Selain itu, keputusan berinvestasi juga berdasarkan profil risiko dari pemodal.
Sisanya kedisiplinan dalam berinvestasi, di mana kedisiplinan tersebut dapat dilakukan dengan mengikuti strategi investasi secara berkala. Sebab pada prinsipnya investasi yang baik memerlukan waktu dan tidak akan bisa berhasil dalam sekejap mata.