Analis: Tax Amnesty Lebih Menarik Dibanding Sunset Policy

Bareksa • 13 Oct 2015

an image
Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Jatim II, Nader Sitorus (kedua kanan) bersama Kepala Bidang P2 Junaidi Eko Widodo (kanan), Kepala Bidang Pengurangan Keberatan dan Banding Anggrah Warsono (kedua kiri) dan Kepala Bidang Data Potensi Pengawasan Perpajakan Priyo Hernowo (kiri) saat pembinaan wajib pajak (ANTARA FOTO/Umarul Faruq)

Analis Mandiri Sekuritas, Deutshce Bank Verdhana Indonesia, dan CIMB Securities memandang positif penerapan tax amnesty

Bareksa.com - Pemerintah dalam waktu dekat akan segera menerbitkan aturan pengampunan pajak atau Tax Amnesty. Kebijakan yang diyakini dapat menarik dana yang terparkir di luar negeri ini dinilai lebih atraktif dari kebijakan serupa yang pernah diterbitkan pemerintah. 

Sejumlah analis menilai bahwa rendahnya tarif penalti pajak yang akan diberlakukan, membuat kebijakan ini jadi lebih menarik dan berpotensi meningkatkan rasio penerimaan pajak terhadap produk domestik bruto (PDB) di masa mendatang. 

"Penalti ternyata lebih ringan dari yang kami perkirakan sebelumnya," kata Heriyanto Irawan analis Deutsche Bank dalam riset yang diterima Bareksa hari ini 13 Oktober 2015. 

Berdasarkan diskusi dengan APINDO dan Kemkeu, tarif penalti yang disepakati berlaku bertahap, meningkat setiap periode pengajuan. Dalam aturan ini, wajib pajak hanya bisa mengajukan permohonan pengampunan dalam waktu yang terbatas. 

Untuk periode pengajuan November - Desember 2015 dikenakan tarif penalti sebesar 2 persen, Januari-Juni 2016 dikenakan penalti 4 persen, dan Juli-Desember 2016 dikenakan penalti 6 persen.  

Penalti yang lebih ringan juga diakui Aldian Taloputra ekonom Mandiri Sekuritas yang menyatakan bahwa tax amnesty tahun ini akan lebih menarik dibandingkan pengampunan yang pernah berlaku sebelumnya. 

"Tax amnesty lebih menarik daripada sunset policy di tahun 2008, atau bahkan reinventing policy yang diperkenalkan tahun ini (sunset tahap II). Kebijakan sunset policy sebelumnya hanya mengampuni denda pajak, tapi pengajunya harus tetap membayar pokok utang pajak," tulis Aldian dalam riset yang diterima Bareksa 13 Oktober 2015. 

Hal senada juga diungkap Erwan Teguh analis CIMB Securities dalam riset yang diterima Bareksa Senin 12 Oktober 2015. "Secara hukum, tax amnesty kali ini memiliki struktur yang lebih baik dibanding 1984/5 dan 2008. Juga lebih menarik (dengan penalti yang lebih ringan) bagi wajib pajak yang mendaftar," tulisnya.

Tapi, walaupun menarik, tax amnesty juga memiliki tantangan yakni sosialisasi kepada masyarakat. "Tantangannya adalah bagaimana mensosialisasikan kebijakan ini kepada masyarakat luas, yang nampaknya bertentangan karena pemikiran bahwa aset hasil korupsi bisa disertakan kedalam pengampunan," tambah Erwan. 

Padahal, tax amnesty tidak berlaku untuk empat kasus yakni dana hasil narkoba, teroris, perdagangan manusia, dan kasus korupsi yang siap diadili.   

Lebih jauh, dalam riset Mandiri Sekuritas yang dilaporkan kepada nasabah, Aldian menuliskan bahwa tax amnesty diperkirakan bisa menarik dana mengendap di luar negeri sebesar $20 - $30 miliar kembali ke tanah air. Sehingga tentunya akan meningkatkan rasio penerimaan pajak terhadap PDB di masa mendatang. 

Selain itu, Heriyanto Irawan mengapresiasi inisiatif Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang mendukung mewujudkan tax amnesty. "Secara keseluruhan, kami pikir rencana ini menunjukan bahwa stimulus ekonomi tidak hanya datang dari pemerintah tapi juga inisiatif parlemen. Ini menunjukan perkembangan konsolidasi politik dan kami berharap pemerintah dan parlemen dapat bekerja lebih efektif untuk mencapai pembaharuan ekonomi," tulisnya.