Berita / / Artikel

Lucky Bayu Purnomo: BI Harus Lebih Pro Pasar

• 02 Oct 2015

an image
Warga mengambil uang baru saat menukarkan uang di mobil kas keliling Bank Indonesia di Jalan Raya Panglima Sudirman, Kota Kediri, Jawa Timur, Minggu (20/7). (ANTARA FOTO/Rudi Mulya)

paket kebijakan pemerintah kurang efektif untuk membendung pelemahan rupiah dan bursa saham

Bareksa.com - Rupiah beberapa hari terakhir sempat merosot menembus Rp14.700 per dolar. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) juga sempat menyentuh level 4.034 pada 29 September, atau level terendah sejak September 2013. Padahal pemerintah sudah berupaya mengeluarkan paket kebijakan yang diharapkan mampu mengangkat kepercayaan pasar.

Penasihat Investasi Lucky Bayu Purnomo pendiri LBP Enterprise menyatakan bahwa paket kebijakan pemerintah kurang efektif untuk membendung pelemahan rupiah dan bursa saham. "Paket kebijakan lebih fokus ke investasi, padahal paling penting  percepatan realisasi belanja. BI juga harus lebih pro pasar," katanya saat diwawancara Bareksa 30 September 2015.
 
Menurut Lucky, rupiah yang sempat menyentuh level Rp14.920 per dolar di pasar spot memberi kesan bahwa ekonomi Indonesia sudah cukup dekat dengan krisis seperti pada 1998. Saat itu level terendah rupiah berada di kisaran Rp16.000 per dolar. "Kemarin (rupiah) sempat Rp14.920. Sekitar 20 poin lagi menyentuh Rp15.000 per dolar. Sebenarnya rupiah tidak buruk, tapi ini membuat masyarakat menahan diri untuk bertransaksi dengan rupiah," katanya.

Untuk meredam hal itu, menurut Lucky, pemerintah maupun otoritas moneter perlu bekerja cepat dan juga berkoordinasi dengan baik. Pemerintah dalam percepatan realisasi pembangunan infrastruktur perlu berfokus ke beberapa hal. Di antaranya infrastruktur yang terkait dengan ketahanan pangan dan juga ketahanan energi. "Dengan demikian, dalam jangka panjang pemerintah lebih mudah dalam pengendalian inflasi," katanya.

Lucky juga berharap Bank Indonesia (BI) sebagai pemangku kebijakan moneter bisa lebih bijak dan mendukung pasar keuangan. Terutama dengan menurunkan tingkat suku bunga. "Setidaknya BI turunkan suku bunga 25 basis poin menjadi 7,25 persen," ujarnya.

Ekonomi yang saat ini melambat, menurut dia, perlu mendapatkan stimulus moneter berupa suku bunga yang murah. Dengan demikian, dunia usaha bisa mendapatkan modal murah untuk kembali mendorong perekonomian.    

Lebih jauh, menurut pandangannya, tekanan terhadap rupiah masih akan terjadi sampai dengan Januari 2016. Selain dari dalam negeri, beberapa hal yang diperkirakan masih menekan pergerakan rupiah adalah faktor peningkatan suku bunga Amerika Serikat (AS) yang belum menunjukan kepastian.  

Sementara itu, ketika ditanya mengenai saham-saham yang masih memiliki prospek positif dan masih baik untuk diinvestasikan, pilihannya jatuh pada saham-saham sektor konstruksi, konsumer, dan juga sektor retail.

Menurut lucky, saham konstruksi didukung pembangunan infrastruktur yang akan berjalan. Sementara sektor konsumer dan retail akan didukung oleh usaha pemerintah menggenjot daya beli masyarakat.

Tags: