Kereta Cepat Jadi Milik China, Bagaimana Konsorsium BUMN?

Bareksa • 30 Sep 2015

an image
A worker paints a scaffolding for an upcoming MRT station along a street at the Bundaran Hotel Indonesia area in Jakarta, Indonesia, May 6, 2015. REUTERS/Beawiharta

Sebelumnya Menteri Negara BUMN, Rini Soemarno mengatakan jika proyek ini akan dikerjakan oleh konsorsium BUMN.

Bareksa.com - Pemerintah akhirnya memutuskan menerima pinangan dari China untuk proyek kereta cepat Jakarta - Bandung. Penyebabnya Jepang tidak lagi mengajukan proposal setelah ditolak oleh Presiden Joko Widodo.

Sebelumnya, pemerintah telah menolak dua proposal yang ditawarkan baik oleh China atau pun Jepang. Alasan utamanya karena kedua proposal tersebut masih membutuhkan sokongan dana dari APBN.

Data Lengkap Perbandingan Kereta Cepat Jepang dan China

Sumber: AFP

Presiden Jokowi menginginkan konsep business to business (B to B) dalam proyek kereta cepat pertama di Indonesia ini. Jokowi memerintahkan kepada Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Rini Soemarno  menunjuk BUMN agar mengerjakan proyek ini.

BUMN yang diminta untuk mengerjakan adalah konsorsium antara PT Jasa Marga (Persero) Tbk, PT Kereta Api Indonesia, PT Perkebunan Negara VIII dan PT Wijaya Karya (Persero) Tbk.

Kepada Bareksa.com, Selasa 30 September 2015, Sekretaris Perusahaan WIKA, Suradi, mengatakan memang ada penugasan dari Kementerian. Namun, semua masih dalam tahap konsolidasi.

Ia melanjutkan, perseroan masih melakukan kajian internal dan juga konsolidasi dengan perusahaan pelat merah lainnya. "Hingga saat ini belum ada kemajuan," katanya.

Mengenai pemerintah yang akan memberikan proyek kereta cepat kepada China pun Suradi mengaku belum tahu-menahu. Hingga saat ini belum ada instruksi lebih lanjut mengenai proyek raksasa ini,

WIKA sendiri hingga saat ini sedang mengerjakan proyek Mass Rapid Transportation bekerja sama dengan Jepang. WIKA menjadi subcontractor untuk pembangunan MRT dari mulai Terminal Lebak Bulus hingga Bundaran HI.

Menurut Suradi, kemajuan proyeknya sudah mencapai 40 persen dari keseluruhan. Saat ini perseroan baru memulai proses pengeboran dengan menggunakan Tunnel Borring Machine.

Situs berita Japan Times melansir pemerintah Jepang mengaku kecewa ketika pemerintah Indonesia memilih proyek kereta cepat China. Sekretaris Kabinet Jepang Yoshihide Suga mengatakan pemerintah Jepang telah memastikan bahwa Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Sofyan Djalil telah memilih Cina, pesaing mereka, untuk menggarap proyek kereta cepat.

Suga menyatakan setelah ditolak oleh pemerintah Indonesia, China kembali mengajukan proposal baru. Proposal baru ini tidak menggunakan bantuan pendanaan dari pemerintah Indonesia. atau jaminan utang. 

Suga mengaku menyesalkan hasil keputusan pemerintah Indonesia ini. Ia juga ragu proposal China untuk pembangunan kereta super cepat bisa berjalan tanpa adanya pendanaan pemerintah. Pasalnya proyek ini diperkirakan akan membutuhkan dana $4,3 miliar (sekitar Rp 78 triliun).

Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki di Jakarta, Rabu 30 September 2015 mengatakan, proyek kereta cepat Jakarta - Bandung telah dilimpahkan ke BUMN.

"Jadi urusan bisnisnya BUMN dan mungkin dalam hal ini pemerintah Jepang tidak ikut, karena Jepang biasanya pemerintah ke pemerintah," katanya.

Ia melanjutkan, Jokowi memang telah meminta kepala Bappenas, Sofjan Djalil untuk bertemu Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe. Sofjan diminta untuk menjelaskan posisi pemerintah untuk proyek ini.