Berita / / Artikel

Jaring Pengaman Sistem Keuangan Tawarkan 3 Opsi Penyehatan Bank

• 23 Sep 2015

an image
Penjualan Bank Mutiara Nasabah menggunakan fasilitas anjungan tunai mandiri di Kantor Cabang Utama Bank Mutiara, Jakarta (FOTO ANTARA/Rosa Panggabean)

LPS punya ruang selain penyertaan modal sementara

Bareksa.com - Pembentukan Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK) dinilai dapat memberikan lebih banyak opsi untuk menyelesaikan masalah pembiayaan bank di saat krisis. Dengan Rancangan Undang-Undang (RUU) JPSK, opsi penyehatan bank dapat bertambah menjadi tiga dibandingkan saat ini yang hanya satu opsi. 

Plt. Kepala Eksekutif Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Fauzi Ichsan menjelaskan bahwa saat ini, penyehatan bank yang mengalami masalah pendanaan hanya dapat dilakukan dengan penyertaan modal sementara (PMS) oleh lembaga penjaminan tersebut, seperti yang terjadi pada kasus Bank Century. Namun, dengan adanya JPSK, penyehatan bank yang hampir gagal dapat dilakukan dengan dua opsi lain: purchase and assumption (P&A) dan bridge bank. RUU JPSK saat ini masih dibahas oleh parlemen dan diharapkan dapat selesai pada akhir tahun.

"Dengan purchase and assumption, aset bank yang hampir gagal dapat dilelang oleh investor. Hal inilah yang dilakukan oleh FIDC (lembaga penjaminan milik pemerintah AS). Selain itu ada opsi bridge bank, seperti yang dilakukan oleh Jepang," ujarnya di sela-sela perayaan HUT 10 tahun LPS di Jakarta (22/9). 

Dengan skema P&A, sebuah bank sehat dapat membeli aset dan mengasumsikan liabilitas dari sebuah bank gagal. Hal ini merupakan metode resolusi dasar yang sering dilakukan oleh FIDC. Sementara itu, bridge bank memungkinkan pendirian sebuah institusi baru untuk menangani bank yang gagal tersebut. Skema terakhir ini sering dianggap lebih baik daripada PMS tetapi memakan waktu lebih lama dibandingkan skema P&A. 

Sementara itu, Chairperson of Federal Deposit Insurance Corporation (FDIC) Sheila Bair menjelaskan bahwa kunci kunci suskses sebuah lembaga penjaminan simpanan terletak pada keweangan dalam pemeriksaan bank secara langsung serta lebih bersikap konservatif dalam kebijakan terkait permodalan.

"Saat krisis, pengambil kebijakan harus tetap mempertahankan kualitas penjaminan bagi pemilik simpanan. Prioritas utama ditempatkan untuk melindungi para pemilik simpanan. Dalam hal ini, perencanaan sangat penting dan juga pemahaman terhadap penyebab gagal bayar," ujarnya dalam seminar bertajuk "Managing Financial Turbulence" di Jakarta. 

JPSK merupakan kerangka kerja yang melandasi pengaturan mengenai skema asuransi simpanan, mekanisme pemberian fasilitas pembiayaan darurat oleh bank sentral (lender of last  resort), serta kebijakan penyelesaian krisis. JPSK pada dasarnya lebih ditujukan untuk pencegahan krisis, namun demikian kerangka kerja ini juga meliputi mekanisme penyelesaian krisis sehingga tidak menimbulkan biaya yang besar kepada perekonomian.  Dengan demikian, sistim keuangan dapat tetap stabil sehingga sektor keuangan dapat berfungsi secara normal dan memiliki kontribusi positif terhadap pembangunan ekonomi yang berkesinambungan.

Pada tahun 2005, Pemerintah dan Bank Indonesia telah menyusun kerangka JPSK yang kelak akan dituangkan dalam sebuah Rancangan Undang Undang tentang Jaring Pengaman Sektor Keuangan. Dalam kerangka JPSK dimaksud dimuat secara jelas mengenai tugas dan tanggung-jawab lembaga terkait yakni Kementerian Keuangan, BI dan LPS sebagai pemain dalam jaring pengaman keuangan. 

Pada prinsipnya Kementerian Keuangan bertanggung jawab untuk menyusun perundang-undangan untuk sektor keuangan dan menyediakan dana untuk penanganan krisis. BI sebagai bank sentral bertanggung-jawab untuk menjaga stabilitas moneter dan kesehatan perbankan serta keamanan dan kelancaran sistem pembayaran. LPS bertanggung jawab untuk menjamin simpanan nasabah bank serta resolusi bank bermasalah.

Penanganan Krisis

Dalam kesempatan sama, Mantan Wakil Presiden Indonesia Boediono mengatakan situasi yang cepat berubah dalam krisis membutuhkan kecepatan pengambilan keputusan. Menurutnya, ada banyak ketidakpastian selama proses pengambilan keputusan sehingga hal pertama dan urgent yang harus dilakukan adalah meminimalkan ketidakpastian itu sendiri. "Setiap krisis adalah unik sehingga dibutuhkan fleksibilitas. Salah satu kebijakan yang dapat diambil adalah blanket guarantee, yang melindungi simpanan dalam sebuah payung, tanpa menularkan penyakit ke bank lain," katanya. 

Boediono, yang juga mantan gubernur Bank Indonesia 2008-2009, menekankan pentingnya mengendalikan psikologi masyarakat dalam keadaan krisis. Indonesia dapat belajar dari krisis moneter yang menimpa pada 1998 dan krisis finansial pada 2008. "Yang terpenting adalah mendapatkan kepercayaan masyarakat. Orang dalam keadaan krisis sangat mudah terbawa rumor, bila kebijakan tidak dikomunikasikan dengan baik. Jangan remehkan kekuatan rumor yang bisa menyebar," katanya. 

Alistair Darling, mantan menteri keuangan Inggris 2007-2010, juga menekankan hal yang sama. Menurutnya, menjaga kepercayaan masyarakat pada sistem perbankan melalui lender of the last resort dan skema penjaminan simpanan adalah sangat penting. 

"Hal itu menunjukkan bahwa pemerintah mampu mengontrol secara penuh. Selain itu, kolaborasi kebijakan fiskal dan moneter harus berjalan beriringan untuk menjaga stabilitas ekonomi," ujarnya. 

LPS Indonesia hingga Agustus 2015 telah membayar klaim simpanan nasabah sebesar Rp771,5 miliar sejak tahun 2005 untuk nasabah dari 65 bank yang telah dilikuidasi (1 bank umum dan 64 bank perkreditan rakyat). Sementara itu, Aset LPS per 31 Agustus 2015 unaudited mencapai Rp60,77 triliun. 

Kasus bank gagal yang telah ditangani oleh LPS adalah Bank Century, yang mendapat talangan Rp6,7 triliun dari pemerintah Indonesia saat krisis finansial global pada 2008. Pada saat itu, Boediono menjabat sebagai Gubernur Bank Indonesia yang memberi persetujuan untuk menyuntikkan dana bagi bank bermasalah dengan menggunakan anggaran negara (APBN). Bank Century, atau Bank Mutiara, kini sudah berganti nama menjadi PT Bank J-Trust Indonesia Tbk (BCIC) setelah diakuisisi dari LPS oleh entitas Jepang. (np)

Tags: