Bareksa.com – Kelangkaan pasokan yang berdampak pada naiknya harga daging sapi pada pertengahan Juli - Agustus lalu, tampaknya menjadi pelajaran serius bagi pemerintah untuk menderegulasi kebijakan di bidang impor daging sapi.
Buktinya, salah satu poin dalam paket kebijakan ekonomi yang diumumkan Presiden Joko Widodo sore kemarin (Rabu, 9 September 2015) memutuskan untuk memperluas negara asal impor daging sapi.
Nantinya, impor sapi tidak hanya berasal dari Australia saja. Namun, negara-negara seperti Meksiko, India dan negara pengimpor lainnya juga dapat ikut bersaing sebagai pemasok.
Kementerian Pertanian (Kementan) mencatat setidaknya ada 31 negara yang telah dinyatakan bebas penyakit mulut dan kuku (PMK) dan bebas penyakit sapi gila sehingga bisa menjadi alternatif pengimpor sapi. Dengan dibukanya keran impor dari negara lain, pemerintah berharap ketersediaan daging di dalam negeri dapat lebih terjaga dan harga jualnya lebih kompetitif.
Wajar jika pemerintah berencana mengubah kebijakan impor daging sapi. Sebab kelangkaan pasokan daging ikut berkontribusi atas 0,03 persen inflasi pada Juli dan 0,01 persen inflasi pada Agustus 2015.
Masalah Sejak 2013
Permasalahan kelangkaan pasokan sapi, terutama pada momen-momen tertentu, seperti Idul Fitri dan Idul Adha memang kerap kali membuat harga jual daging sapi ikut melonjak.
Kenaikan harga terjadi seiring meningkatnya permintaan pada dua periode tersebut. Berdasarkan pantauan Bareksa, hal ini sudah terjadi sejak 2013.
Grafik Bulanan Harga Daging Sapi Khusus di DKI Jakarta Periode 2013-2015*
Sumber: Infopangan Jakarta, diolah Bareksa
Saat itu, harga daging sapi di DKI Jakarta berdasarkan infopangan.jakarta.go.id naik menjadi Rp99.017 per kg pada Juli dari semula Rp90.665 saat awal Mei.
Pemerintah bukannya tidak bertindak. Mereka menerapkan sejumlah jurus seperti menggelar operasi pasar murah hingga menambah pasokan dari luar negeri. Namun, harga tidak juga turun.
Puncaknya, harga daging sempat melonjak menjadi Rp102.550 per kg pada 4 Agustus 2013.
Kejadian serupa pun berulang pada periode yang sama 2014. Pada Juli, harga daging sapi melonjak hingga Rp111.564 per kg dari sebelumnya Rp95.091 pada Mei. Tingginya harga daging sapi juga terjadi usai Idul Fitri tahun ini (Juli 2015). Alih-alih turun harga, pada Agustus 2015 harga daging sapi di sejumlah tempat masih ada yang dijual pada Rp 120.ooo per kg, jauh di atas harga wajar Rp 80.000 – 90.000 per Kg.
Indonesia Sulit Keluar dari Impor
Ashari, Nyak Ilham, dan Sri Nuryanti dalam “Dinamika Program Swasembada Daging Sapi: Reorientasi Konsepsi dan Implementasi” menyebutkan bahwa Indonesia mulai mengimpor sapi sejak 1990. Saat itu, pemerintah melalui Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga menteri mendukung agar peternak-peternak rakyat dapat melakukan impor sapi bakalan.
Selain itu, peternak rakyat juga didukung oleh sektor koperasi dalam hal pendanaan.
Sebelumnya pada periode 1980 - 1990, pemerintah juga menerbitkan peraturan yang menghentikan ekspor daging sapi dan kerbau. Harapannya, Indonesia dapat swasembada pada 10 tahun berikutnya.
Namun, seiring waktu, industri peternakan rakyat malah mengalami perlambatan akibat banyak permasalahan internal yang muncul. Selain itu, kekeringan yang sempat melanda pada 1992 pun ikut menghantam industri ini.
Setelah itu, Pemerintah kembali memunculkan kembali ide swasembada daging sapi pada 2005, 2010, dan 2011. Namun, program tersebut tetap tidak berhasil mencapai sasarannya. Penyebab utamanya adalah membanjirnya impor pasokan sapi, mulai sapi hidup, daging hingga jeroan sapi.
Sejak saat itu, Indonesia sulit melepas ketergantungan dari impor sapi. Hal ini juga pernah disampaikan oleh mantan petinggi di Kementerian Perdagangan (Kemendag) beberapa waktu lalu kepada Bareksa. “Karena kita tidak punya industri peternakan sapi terintegrasi,” ungkap sumber tersebut.
Kondisi ini juga dapat dilihat dari daftar perusahaan peternakan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Dari empat perusahaan, hanya PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk (JPFA) yang mengembangkan industri daging sapi.
Melalui akuisisi pada 2008, JPFA kini memiliki unit pembibitan dan penggemukan sapi di Lampung dan Jawa Timur. Namun, bisnis penjualan sapi hanya berkontribusi 10,07 persen terhadap pendapatan JPFA.
Grafik Segmentasi Pendapatan Japfa Comfeed Semester I-2015
Sumber: Japfa Comfeed, diolah Bareksa