Berita / / Artikel

Paket Ekonomi: BI Tekankan Pengendalian Inflasi & Peningkatan Likuiditas

• 10 Sep 2015

an image
Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo menyampaikan hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) di Bank Indonesia, Jakarta, Selasa (19/5). BI memutuskan mempertahankan suku bunga acuan Bank Indonesia sebesar 7,50 persen sejalan dengan kebijakan moneter guna menjaga inflasi. ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari

Analis menilai kebijakan tersebut minim impaknya pada pergerakan nilai tukar rupiah

Bareksa.com - Bank Indonesia mengeluarkan lima kebijakan moneter, seiring dengan paket kebijakan pendorong ekonomi oleh Pemerintah yang intinya menekankan pada pengendalian inflasi serta peningkatan likuiditas pasar keuangan. Kebijakan tersebut juga telah dikoordinasikan dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Gubernur Bank Indonesia Agus D. W. Martowardojo mengumumkan kebijakan pertama adalah memperkuat pengendalian inflasi dan mendukung sektor riil. Dalam hal ini BI akan memperkuat tim pengendali inflasi (TPI) yang berada di daerah untuk menerapkan roadmap pengendalian inflasi.

"BI akan memperkuat memperkuat kerja sama ekonomi kuangan daerah antara pemerintah pusat dan daerah agar ekonomi daerah punya derap langkah yang sama baik mengikuti pusat. Kerja sama BI dengan pemerintah pusat dan pemerintah daerah," katanya di Istana Negara Rabu (9/9).

Kebijakan yang kedua adalah memperkuat stabilisasi rupiah. BI akan berupaya menjaga kepercayaan pasar dengan mengendalikan volatilitas. Selain itu, BI juga akan menjaga harga Surat Berharga Negara dengan melakukan pembelian dan pasar sekunder. Dampaknya hal itu akan menambah inflow di pasar uang.

Ketiga, BI juga akan memperkuat pengelolaan likuiditas rupiah dengan mengelola lelang repo dari variable rate menjadi fixed rate. Selain itu, BI akan memperkuat reserve repo. Hal itu dilakukan dengan memperpanjang tenor reverse repo.

BI akan memperkuat mekanisme lelang Surat Deposito Bank Indonesia (SDBI) dari variable rate tender menjadi fixed rate tender dan menerbitkan SDBI bertenor 6 bulan, 9 bulan dan 12 bulan dengan mekanisme lelang fixed rate dan menyesuaikan pricing.

Keempat, BI juga akan memperkuat pasokan dan permintaan valuta asing. Frekuensi lelang valas (forex) akan disesuaikan dari dua kali seminggu menjadi sekali seminggu. BI juga mengubah mekanisme lelang Term Deposit (TD) Valas dari variable rate tender menjadi fixed rate tender, menyesuaikan pricing, dan memperpanjang tenor sampai dengan 3 bulan.

Termasuk dalam kebijakan keempat, BI menurunkan batas pembelian valas dengan pembuktian dokumen underlying dari yang berlaku saat ini sebesar 100 ribu dollar AS menjadi 25 ribu per dollar AS per nasabah per bulan dan mewajibkan penggunaan NPWP. "BI juga akan mempercepat proses persetujuan utang luar negeri bagi bank, tetapi masih menekankan asas kehati-hatian."

Kebijakan kelima bertujuan memperkuat pasar uang. Hal itu dilakukan fasilitas swap hedging. Selain itu, BI akan menyempurnakan pasar uang yang mencakup komponen pengembangan pasar yaitu, instrumen, pelaku dan infrstruktur.

Lanang Trihardian, investment analyst PT Syailendra Capital mengatakan paket kebijakan dalam hal meningkatkan likuiditas pasar positif tetapi hanya memiliki impak kecil dalam pemulihan pergerakan nilai tukar rupiah.

"Permasalahannya saat ini bukan dilikuiditas tetapi lebih kepada banyaknya ketidakpastian yang membuat masyarakat menahan konsumsi," kata Lanang ketika dihubungi Bareksa.com melalui telepon.

Yang lebih ditunggu investor justru bagaimana cara pemerintah menekan ketidakpastian itu, tambah Lanang. Dia mencontohkan mengenai aturan pajak baru yang membabi buta, seharusnya ada deregulasi atas aturan ini. "Banyak masyarakat yang tidak melakukan pembelian properti bukan karena tidak memiliki uang untuk membeli melainkan karena kenaikan risiko akibat pajak berpotensi mengurangi capital gain dari properti".

Menurut Lanang yang lebih ditunggu dari kebijakan moneter saat ini lebih pada penurunan tingkat suku bunga walaupun ada risiko terhadap pelemahan nilai tukar rupiah. Pasalnya pemerintah sudah banyak memberikan stimulus fiskal tetapi belum juga mendorong pertumbuhan ekonomi. Pada titik ini pemerintah bersama Bank Indonesia perlu mulai intensif membicarakan hal ini.

Otoritas Jasa Keuangan

Dalam kesempatan sama, Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman D. Hadad mengatakan telah mengeluarkan kebijakan yang mendukung usaha mikro, kecil dan menengah. Selain itu, OJK juga berupaya menjaga stabilitas pasar modal dan industri keuangan non-bank. "Salah satu kebijakan yang sudah diambil adalah terkait buyback saham," katanya.

Berkaitan dengan pebukaan rekening warga negara asing, OJK melihat potensi turis datang ke Indonesia sebanyak 10 juta hingga 12 juta per tahun. Dari angka tersebut, sekitar 12 persen, atau 2,4 juta orang adalah pendatang rutin (frequent visitor) ke Indonesia.

"Mereka datang dengan banyak alasan, termasuk bisnis, berdagang, sekolah, dan lain-lain. Kita akan berikan kemudahan untuk mendorong aktivitas mereka dengan memberikan keleluasaan buka rekening di bank lokal," katanya.

Kebijakan itu akan tertuang dalam surat edaran OJK dan mulai berlaku pekan depan. Syaratnya, warga negara asing dapat membuka rekening hingga senilai US$50.000 hanya dengan menunjukkan passport saja. Jika saldo lebih dari angka tersebut, akan ada customer due diligence sederhana yaitu penambahan surat keterangan seperti bukti tinggal, atau surat keterangan suami/istri.

Melihat data Bank Indonesia memang investasi pada portofolio selama semester pertama tahun ini merosot 13 persen imbas dari pelemahan ekonomi domestik. Untuk itu menurut Lanang sebaiknya Pemerintah kembali ke hal-hal dasar seperti percepatan pembangunan infrastruktur sehingga bisa mendorong kembali masuknya dana investor asing. (np)

Grafik nilai investasi portofolio periode 2010 - 1H 2015

Sumber: BI, diolah Bareksa.com

 

Tags: