Stress Test: BMRI Masih Kuat Bertahan Jika Kurs Rupiah Rp18.500 per Dolar

Bareksa • 09 Sep 2015

an image
Direktur Utama Bank Mandiri Budi Gunadi Sadikin (kedua kiri) didampingi jajaran direksi menyampaikan paparan publik laporan kinerja triwulan IV/2014 PT Bank Mandiri (Persero) Tbk di Jakarta, Rabu (11/2). ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari

"Insya allah kita masih selamat, kita masih kuat. Tapi kondisinya akan berbeda untuk bank lain," kata Budi.

 

Bareksa.com - Kondisi nilai tukar rupiah terus memburuk terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Rupiah sudah mendekati level Rp14.300 per dolar, nilai terendah semenjak 1998.

Namun, menurut Direktur Utama PT Bank Mandiri Tbk Budi G. Sadikin, kondisi rupiah saat ini masih berada di tingkat base line dalam stress test yang dilakukan Bank Mandiri. Base line rupiah untuk Bank Mandiri pada level Rp13.500 per dolar.

Untuk tingkat moderat, rupiah berada di Rp15.800 per dolar. Di tingkat ini, Mandiri masih mampu berkembang. "Bahkan kami melakukan stress test pada worst scenario, Mandiri masih OK," katanya.

Budi tidak memerinci angka worst scenario untuk nilai tukar rupiah. Namun saat Rapat Kerja dengan Komisi XI, Budi menjawab pertanyaan anggota DPR jika rupiah menyentuh Rp18.500 per dolar, Bank Mandiri masih mampu bertahan.

"Insya Allah kita masih selamat. Kami masih kuat. Tapi kondisinya akan berbeda untuk bank lain," katanya.

Menurut Budi, pemerintah harus mulai memperhatikan kondisi rupiah. Jika para trader melihat ada kenaikan, dipastikan akan ada dorongan ke atas untuk terus menaikkan nilai tukar rupiah.

Budi menjelaskan dalam beberapa tahun terakhir ekspor dan impor Indonesia terus meningkat. Namun, grafik volume perdagangan dolar AS dan rupiah malahan bergerak sebaliknya.
Budi mengatakan, saat ini pasar kurs US$ Indonesia hanya sekitar dua miliar dolar. Dengan perdagangan sebesar ini, Indonesia berada di urutan 16 besar dunia.

Malaysia nilai transaksi dolar per hari lebih dari $10 miliar dan Thailand nilainya 20 kali lipat dari Indonesia. Bahkan nilai perdagangan di Singapura mencapai $250 miliar atau 100 kali lipat lebih besar dari Indonesia.

Kecilnya nilai perdagangan ini, kata Budi, membuat nilai rupiah sensitif dengan keluar masuknya dana asing. Nilai tukar rupiah lebih fluktuatif dibanding mata uang lainnya.

"Di negara lain, uang satu triliun keluar tidak ada rasanya karena hanya sebagian kecil dari keseluruhan. Tetapi kalau di Indonesia dampaknya sangat terasa," katanya.

"Kalau ada orang kaya membuang dolar banyak harga langsung naik, karena pasar kita tipis," ujarnya.

Tekan NPL

Di sisi lain, Bank Mandiri akan menekan rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) dalam beberapa tahun ke depan. Oleh karena itu Mandiri tidak akan menargetkan kenaikan laba bersih yang signifikan pada 2016.

Pada 2016, Mandiri hanya  menargetkan pertumbuhan laba bersih pada kisaran 3 - 5 persen. Manajemen akan memaksimalkan cadangan laba untuk mengantisipasi kredit macet.

Grafik Perkembangan NPL Mandiri

Sumber: Bareksa

Grafik Sektor Penyumbang NPL Mandiri

Sumber: Perusahaan