Bareksa.com - Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) berhasil menjaring minat investasi dari investor Australia senilai US$140 juta, seiring dengan kegiatan pemasaran investasi ke Negeri Kangguru itu.
Dalam kegiatan business forum dan one-on-one meeting dengan investor Australia yang digelar di Kota Melbourne, BKPM mencatat minat tersebut yang berasal dari empat perusahaan yang bergerak di bidang industri cat dan perekat sebesar US$ 15 juta, perkapalan senilai US$50 juta, fasilitas pelabuhan sebesar US$30 juta dan pengolahan garam senilai US$35 juta.
Kepala BKPM Franky Sibarani menyatakan minat tersebut seluruhnya dapat dikategorikan serius karena masing-masing investor sudah memiliki calon mitra lokal di Indonesia dan tahap pencarian lahan atau lokasi. Menurut dia, BKPM akan mengawal minat investasi tersebut karena dapat mendukung program pemerintah terkait pengembangan tol laut, khususnya untuk investasi perkapalan dan fasilitas pelabuhan.
“Investor Australia yang menyatakan minatnya seluruhnya sudah memiliki rencana bisnis dan memilih lokasi investasi yang tepat. Sebagai contoh untuk industri pembuatan kapal, mereka sudah memiliki calon mitra lokal, memilih lokasi pabrik di Makassar atau Lampung. Mereka juga memiliki rencana bisnis menjadikan Indonesia sebagai basis produksi pembuatan kapal, antara lain untuk jenis kapal patroli berukuran 40-60 meter dengan kecepatan 45 knot. Mereka memperkirakan pembuatan satu kapal besar dapat menyerap 300-400 orang tenaga kerja. Jadi potensi penyerapan tenaga kerjanya ribuan,” ujar Franky dalam siaran pers Kamis (20/8/15)
Franky menambahkan, saat pertemuan one-on-one meeting, investor Australia ini mengatakan dapat membuat kapal berteknologi tinggi yang memungkinkan perjalanan Jakarta- Surabaya dapat ditempuh selama 10 jam dan Jakarta- Lampung dalam jangka waktu 3 jam. “Hal ini tentu dapat berkontribusi mengatasi masalah logistik sebagai salah satu tujuan dari program Tol Laut,” imbuh Franky.
Selain investor di sektor perkapalan, catatan penting lainnya dalam kegiatan pemasaran investasi yang dijalankan BKPM untuk hari pertama kemarin (19/8) adalah adanya minat investasi untuk pengolahan garam industri. Menurut Franky, investor tersebut sedang mencari lahan yang tepat di wilayah Kupang, NTT atau Bima, NTB.
“BKPM akan mengawal intensif minat investasi ini karena selain dapat menjadi penggerak ekonomi di wilayah Nusa Tenggara, juga dapat berkontribusi mengurangi impor garam industri yang senantiasa menjadi persoalan setiap tahun,” kata Franky.
Fokus Baru Investasi Indonesia
Franky Sibarani juga menjelaskan kegiatan pemasaran investasi di Australia merupakan upaya untuk meningkatkan realisasi investasi guna mencapai target realisasi investasi Rp 3.500 triliun dalam kurun waktu 5 tahun ke depan. Menurut Franky, Australia merupakan salah satu fokus pemasaran investasi Indonesia, menambah lima fokus sebelumnya: Singapura, Jepang, Korea Selatan, RRT dan Taiwan.
Menurut data BKPM, selama kurun waktu 2010 hingga Semester 1 2015, total realisasi investasi Australia mencapai US$ 1,9 miliar. Australia menduduki peringkat ke-12 sebagai penyumbang investasi di Indonesia. Sebanyak 42% merupakan investasi di bidang kimia dasar, barang kimia dan farmasi, diikuti oleh 41% investasi pertambangan, dan 4% investasi di bidang industri logam dasar. Sebagian besar investasi Australia terletak di Kalimantan dan Jawa.
Dubes RI untuk Australia dan Republik Vanuatu, Nadjib Riphat Kesoema, yang juga hadir dalam kegiatan pemasaran investasi tersebut menegaskan bahwa pengusaha Australia harus mulai lebih berani mengambil risiko dan melakukan investasi di Indonesia. Selama ini, kalangan pebisnis Australia lebih banyak melakukan perdagangan dan dinilai sangat berhati-hati dalam melakukan investasi.
“Jadi karakteristik pengusaha Australia yang risk adverse membuat mereka seringkali ketinggalan dengan investor-investor di negara-negara seperti Jepang dan RRT dalam mengambil keputusan berinvestasi,” ujarnya.
Persoalan ini, menurut Nadjib, lebih karena ketidakpahaman budaya kedua negara. “Presiden Joko Widodo dalam kunjungannya ke Singapura beberapa waktu lalu menekankan pentingnya untuk tetap melakukan investasi meskipun dalam keadaan krisis,” kata Nadjib.