Bareksa.com - Banyak kalangan mengeluhkan rendahnya belanja pemerintah pada semester I-2015. Pemerintah dinilai lamban dalam mengerjakan tugasnya membelanjakan dana untuk pembangunan. Apalagi, daya serap anggaran tahun ini lebih rendah dibanding tahun sebelumnya.
Data Kementerian Keuangan menunjukan bahwa realisasi belanja pemerintah baru 33 persen dari target, sementara tahun lalu realisasi pada semester I bisa mencapai 38,6 persen dari target. Kenapa?
Perlu disadari bahwa pada 2014 pemerintah masih membelanjakan dananya untuk memberi subsidi bahan bakar minyak (BBM). Pos tersebut sangat membantu tingginya realisasi anggaran pemerintah di semester I -2014. Tapi banyak kalangan menilai pengeluaran tersebut merupakan salah satu bentuk pemborosan.
Data Kementerian Keuangan menunjukan bahwa 20 persen dari total anggaran semester I- 2014 disalurkan untuk subsidi BBM. Tak tanggung-tanggung, jumlahnya mencapai Rp100,8 triliun. Dana tersebut dinilai pemborosan karena tidak tepat sasaran (tidak menyentuh masyarakat miskin). Bayangkan saja, jumlah yang hampir sama --kurang lebih Rp100 triliun-- rencananya akan disalurkan pemerintah untuk anggaran kesehatan tahun 2016.
Sementara itu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang baru dilantik Oktober 2014 memutuskan untuk memangkas subsidi BBM yang sekian lama membebani anggaran belanja pemerintah. Tujuannya, untuk dialihkan kepada belanja yang lebih produktif. Sayangnya, pengalihan tersebut belum terlihat pada semester I tahun ini.
Kementerian Keuangan mencatat subsidi BBM paruh pertama tahun ini hanya Rp37,35 triliun atau lebih rendah 62 persen dibanding anggaran subsidi 2014. Hal ini berakibat pada turunnya realisasi belanja pemerintah di semester I ini menjadi Rp436,1 triliun dari sebelumnya Rp494,1 triliun. Tanpa menghitung subsidi, belanja pemerintah hanya naik 1 persen dari periode yang sama tahun lalu.
Grafik: Realisasi Anggaran & Subsidi BBM
Sumber: Bareksa.com, diolah dari Kementerian Keuangan
Positifnya, kali ini pemerintah berhasil mengurangi pemborosan. Dana yang dulunya digunakan untuk subsidi, kini tersedia untuk pembangunan infrastruktur. Masalahnya, kapan dana tersebut akan dipakai?
Berbagai hal menghambat pemerintahan Jokowi untuk merealisasikan percepatan pembangunan, di antaranya perubahan nomenklatur. Kementerian yang diharapkan melakukan belanja tertinggi, yakni Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) justru mengalami perubahan struktur. Hal tersebut menjadi salah satu penghambat terealisirnya APBN-P 2015 pada semester I. (Baca juga:Jokowi Vs SBY: Melecut Ekonomi dengan Belanja Pemerintah, Siapa Lebih Unggul?)
Grafik: Realisasi 10 Kementerian & Lembaga Dengan Anggaran Terbesar
Sumber: Kementerian Keuangan
Harapan kini bergantung pada semester II-2015. Menteri Keuangan Bambang Brojonegoro, dalam jumpa pers 5 Agustus lalu, menyatakan bahwa Presiden telah memerintahkan percepatan belanja pemerintah pada semester II nanti.