Berita / / Artikel

Inilah 100 Proyek Investasi Asing di Indonesia, Senilai Rp80 Triliun

• 03 Aug 2015

an image
Japanese Prime Minister Shinzo Abe (R) escorts Indonesian President Joko Widodo at the end of a news conference at Abe's official residence in Tokyo March 23, 2015. (REUTERS/Franck Robichon) By:Ni Putu Kurniasari

Angka serapan tenaga kerja dari proyek pada periode 2010-2014 mencapai 4,3 juta orang.

Bareksa.com - Di tengah tak menentunya kondisi perekonomian global, Indonesia masih bisa menghela nafas – meski belum nafas lega sepenuhnya. Mengapa? Indonesia di era pemerintahan Jokowi-JK ternyata masih dinilai sebagai tujuan investasi utama, bersama negara-negara tetangga di kawasan seperti Thailand, Vietnam, atau Malaysia.

Laporan survei The Economist Corporate Network bertajuk “Investing Into Asia’s Reform Landscape: Asia Business Outlook Survey 2015” bahkan menyebutkan Indonesia berada di peringkat kedua negara tujuan investasi utama di benua ini. Indonesia hanya kalah dari China.

Hasil survei itu sejalan dengan data Financial Times yang menunjukkan bahwa Indonesia masuk dalam jajaran lima besar negara tujuan investor dari China dan Singapura, serta masuk daftar 10 besar tujuan investasi dari Jepang dan Korea.

Rupanya karena itu -- meskipun dalam setahun terakhir perekonomian negeri ini melambat – angka realisasi penanaman modal asing (PMA) di Indonesia masih menanjak.  

Data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menunjukkan sampai Juni 2015, realisasi PMA mencapai 4.460 proyek senilai Rp92,2 triliun (sekitar US$ 7,4 miliar), atau meningkat 18,2% dari Rp78 triliun pada periode yang sama pada tahun 2014.

BKPM telah menggelar survei untuk mengidentifikasi kemajuan pelaksanaan 100 proyek PMA yang sedang memasuki tahap konstruksi. Hasilnya dilaporkan tidak ada hambatan berarti. Survei ini diinstruksikan Kepala BKPM Franky Sibarani untuk mengawal dan memastikan investasi-investasi asing tersebut berjalan lancar, sehingga pada gilirannya bisa menggerakkan perekonomian nasional.

Seratus proyek PMA tersebut terdiri atas: 64 proyek di sektor industri, 14 di sektor kelistrikan, dan sisanya di sektor tambang, perkebunan, pariwisata, transportasi dan peternakan. Total nilai realisasi investasi 100 PMA itu mencapai Rp 80 triliun. Angka realisasi tertinggi dibukukan oleh sektor industri dengan nilai investasi Rp 39,3 triliun atau 27 persen dari rencana investasi. (Lihat tabel)

“Identifikasi tersebut agar BKPM dan kementerian atau lembaga lainnya dapat mengantisipasi lebih awal, sehingga proses realisasi investasi tidak berhenti,” kata Kepala BKPM Franky Sibarani

Tabel: 100 Perusahaan Proyek PMA Tahun 2010 - Maret 2015

Sumber: BKPM

Berdasarkan survei BKPM tahap pertama, 100 PMA tersebut diproyeksikan mampu menyerap 65 ribu tenaga kerja langsung, dan efek berantainya (multiplier effect) bagi penciptaan tenaga kerja tak langsung diproyeksikan sekitar empat kali lipat. Artinya, jumlah tenaga kerja yang berpotensi terserap dari 100 proyek PMA itu sekitar 240 ribu orang. Serapan ini sekitar 64 persen dari total penyerapan tenaga kerja dari seluruh proyek PMA dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) pada kuartal II 2015 sebanyak 370.945  orang.

Untuk mengurangi tingkat pengangguran menjadi 5,6 persen dari sebelumnya 5,9 persen (dengan angka pengangguran terbuka sebanyak 7,27 juta orang) pemerintahan Jokowi-JK menargetkan penyerapan tenaga kerja mencapai 10 juta orang selama 2014-2019 atau dua juta tenaga kerja per tahun.

Berdasarkan target itu, potensi penyerapan tenaga kerja langsung dan tak langsung dari 100 PMA di atas terlihat relatif kecil--sekitar 12 persen dari keseluruhan target pemerintah. Namun, angka itu sejatinya melampaui rata-rata penyerapan tenaga kerja per kuartal seluruh PMA. Selama periode 2010 - Juni 2015, rata-rata penyerapan tenaga kerja per kuartal dari seluruh proyek PMA mencapai 215.209 orang, atau 10,7 persen dari target pemerintah.

Meskipun masih relatif rendah, peranan proyek PMA dalam menyerap tenaga kerja, sekaligus menekan angka penggangguran, tetap penting. Angka serapannya cukup signifikan. Dalam lima tahun terakhir, 2010-2014, mencapai 4,7 juta orang atau bertumbuh 13,74 persen per tahun.

Grafik: Penyerapan Tenaga Kerja oleh PMA dan PMDN 2010 - Juni 2015

Sumber: BKPM

Substitusi impor                                                               

Penting untuk dicatat, proyek-proyek PMA tersebut sebagian besar berorientasi ekspor. Misalnya saja, sembilan PMA yang pernah dikunjungi langsung oleh Kepala BKPM Franky Sibarani mampu menyetor devisa ekspor sekitar US$800 juta per tahun dan bisa menyerap lebih dari 10 ribu tenaga kerja.

Tak kalah penting, sebagian yang lain menghasilkan produk substitusi impor senilai US$810 juta per tahun.  Produk yang dihasilkan antara lain oleo chemical, sulphuric acid dan carbon disulphide.

Dijelaskan Franky, sembilan proyek tersebut sudah masuk tahap konstruksi. “Bahkan ada yang progress-nya sudah 90 persen”.

Salah satu perusahaan PMA dimaksud adalah PT Rayon Utama Makmur. Perusahaan ini memproduksi bahan baku untuk benang yang selama ini masih diimpor. Langkah ini bisa menghemat devisa US$65-67 juta per tahun. “Kapasitas produksi kami 80 ribu ton serat rayon per tahun,” kata Head of Corporate Finance Rayon Utama, Bintoro Dibyoseputro.

Selain itu ada dua proyek PMA lain yang telah dikunjungi Franky. Pertama proyek investasi Jepang yang memproduksi komponen kabel kendaraan bermotor -- di mana 90 persen bahan bakunya berasal dari dalam negeri dan 76 persen output-nya akan diekspor. Yang kedua merupakan investasi dari China, yang memproduksi olahan ikan dan udang. Seratus persen produk perusahaan ini akan diekspor dengan nilai sekitar $500 juta per tahun.  

Kontribusi perusahaan-perusahaan PMA seperti ini tak boleh disepelekan. Sebab, selama ini Indonesia masih memiliki ketergantungan tinggi pada bahan baku dan bahan modal impor.   

Lihat saja Data BPS. Impor industri dasar, seperti industri baja, petrokimia, dan bahan obat sepanjang Januari-September 2014 mencapai US$114,3 miliar atau sekitar 76 persen dari total impor 2013 sebesar US$149,7 miliar.

Semakin banyak perusahaan PMA dan PMDN yang menghasilkan produk subtitusi impor, semakin cepat kita terbebas dari defisit neraca perdagangan yang selama beberapa tahun terakhir menghantui perekonomian nasional. (AD | pi)

Tags: