Penjualan Baja Masih Lesu, Apa Penyebabnya?

Bareksa • 29 Jul 2015

an image
Gulungan baja di sebuah pabrik. REUTERS/Fabian Bimmer

Harga baja China di pasar domestik Shanghai tercatat anjlok ke titik terendahnya, yakni $ 400 per ton

Bareksa.com - Industri baja dunia saat ini sedang lesu dan kelebihan pasokan (oversupply). Oversupply bahkan kini sudah masuk tahap kronis, sehingga memukul harga baja dunia. Imbasnya, beberapa perusahaan baja besar dunia merugi.

Pergerakan Harga Baja Global Selama 3 tahun

 

Sumber: Bloomberg.com

Bahkan selama kuartal I 2015, harga baja China di pasar domestik Shanghai anjlok ke titik terendahnya $ 400 per ton dan harga baja impor di Asia Timur (cost and freight) mencapai $394 per ton turun disbanding kuartal I 2014 sebesar $550 per ton dan $519 per ton.

Berkurangnya permintaan baja dari China seiring melambatnya perekomian China ditengarai menjadi biang penyebab melimpah pasokan baja dunia. Lesunya pasar baja dunia juga juga dialami industri baja Indonesia. Sampai semester I 2015 penjualan PT Krakatau Steel, produsen baja nasional, pun masih terseok-seok.

Berdasarkan laporan keuangan kuartal I 2015, total pendapatan dari penjualan baja Krakatau Steel hanya Rp352 miliar, turun 23,4 persen dibanding  semester I 2014. Bahkan, penjualan kuartal I tahun ini mencapai titik terendah dalam empat tahun terakhir.

Grafik Pendapatan Krakatau Steel Sejak 2010 Hingga Kuartal I-2015

Penurunan pendapatan Krakatau Steel ini dipicu penurunan harga baja domestik. Harga jual rata-rata baja Krakatau Steel turun pada kisaran bervariatif antara 3,6-12,4 persen. Harga jual rata-rata baja canai panas (hot rolled coil/HRC) dan baja canai dingin (cold rolled coil/CRC) masing-masing turun 8,2 persen dan 9,9 persen  menjadi $597 per ton dan $698 per ton. Bahkan harga jual wire rod turun 12,4 persen  menjadi $562 per ton.

Menurut riset Mandiri Sekuritas yang dibagikan kepada nasabah, permintaan baja domestik pada 2015 sebenarnya diperkirakan akan naik menjadi 15 juta ton, lebih besar dari permintaan baja pada 2014 sebesar 13,4 juta ton atau naik sekitar 12 persen secara year on year (YOY)

Kementerian Perindustrian dan Indonesian Iron and Steel Industry Association (IISIA) juga memproyeksikan pertumbuhan permintaan baja akan terus tumbuh seiring terealisasinya sejumlah proyek-proyek pembangunan infrastruktur dan  Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019.

Permasalahannya, pertumbuhan permintaan baja di Indonesia tidak diiringi dengan pertumbuhan produksi baja domestik yang memadai. Kapasitas produksi baja di Tanah Air hanya sekitar 8 juta ton. Akibatnya, pemenuhan kebutuhan baja di Indonesia masih harus ditopang oleh baja impor dari China yang jumlahnya mencapai sekitar 55 persen dari kebutuhan baja nasional. Produsen baja di China gencar mengekspor ke Negara-negara di Asia, termasuk Indonesia, karena memang mengalami excess supply.

Permintaan Baja dan Pertumbuhan Konsumsi Baja Indonesia

Sumber: Riset Mandiri Seuritas

Sementara itu saham Krakatau Steel menyentuh harga terendah sejak awal listing di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada 10 November 2010. Kini saham berkode KRAS diperdagangkan pada harga Rp324 atau turun sebesar 75 persen dari harga pada saat awal listing  Rp1.270.

Pergerakan Harga Saham KRAS Sejak 10 November 2010 Hingga 28 Juli 2015

Sumber: Bareksa.com