Bareksa.com – Kebijakan pemerintah menaikkan tarif bea masuk barang baku dan barang konsumen untuk mengurangi defisit transaksi berjalan (CAD) dikhawatirkan para analis. Pasalnya, kebijakan yang juga ditujukan untuk melindungi industri dalam negeri sebelum Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) ini dikhawatirkan justru akan menimbulkan dampak negatif yang lebih besar dibandingkan manfaatnya. Salah satunya kenaikan tingkat inflasi dalam jangka pendek.
Lyall Taylor, analis Macquarie Capital dalam laporannya mengungkapkan kenaikan inflasi ini disebabkan oleh kenaikan harga yang dibebankan kepada konsumen. Kenaikan harga ini dibebankan oleh pelaku industri impor akibat naiknya bea masuk impor.
Lyall memberi contoh, inflasi di bulan Juni disebabkan oleh kenaikan bahan makanan mentah dan makanan olahan yang menyumbang inflasi yang jauh lebih tinggi dibandingkan kontribusi dari sektor transportasi dan bahan bakar. Kenaikan harga bahan makanan ini akan lebih sulit diatasi dibandingkan dengan kenaikan bahan bakar minyak (BBM). Belum lagi masalah nilai tukar rupiah yang terus melemah hingga menembus level Rp13.470 yang akan memberikan tambahan tekanan bagi inflasi.
Grafik Kontribusi Inflasi Juni (YoY)
Sumber: BPS dan Macquarie
Padahal, secara teori, kebijakan ini seharusnya akan mendorong perekonomian domestik karena industri subtitusi impor di dalam negeri akan tumbuh. Namun, dalam prakteknya, kondisi ini malah menyebabkan kenaikan harga konsumen akibat ulah sekelompok orang yang mencari keuntungan yang berakibat merusak kepercayaan konsumen dan juga permintaan kenaikan upah oleh para pekerja.
Imbasnya, kenaikan inflasi dapat naik lebih tinggi lagi yang berujung dengan rusaknya kepercayaan bisnis, yang sudah terjun di semester I-2015, yang selanjutnya juga dapat merusak prospek investasi perusahaan. Kondisi ini diperparah dengan rencana The Fed yang akan menaikkan suku bunganya sebelum akhir tahun 2015.
Perbaiki Iklim Bisnis di Indonesia
Dibandingkan menerbitkan kebijakan ini, Lyall berpendapat pemerintah seharusnya berfokus kepada penyelesaian berbagai masalah yang selama ini menyebabkan rendahnya daya saing produk Indonesia. Pasalnya, kebijakan ini dinilai tidak akan dapat melindungi pengusaha dalam negeri jika daya saing produk dalam negeri masih saja rendah.
Hal senada juga diungkapkan oleh Erwan Teguh, analis senior CIMB Securitas. Menurutnya, ini adalah cara buruk untuk mendorong produk lokal, pemerintah lebih baik mendorong peningkatan penyerapan belanja infrastruktur dan memotong urusan birokrasi.