BUMI, Sisa Kejayaan Masa Lalu Grup Bakrie yang Tenggelam di Dasar Harga Saham

Bareksa • 28 Jul 2015

an image
Ketua Umum DPP Partai Golkar versi Munas Bali, Aburizal Bakrie memberikan sambutan dalam diskusi UMKMK di Kompleks Parlemen (ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan)

Bakrie Group menurut Satrio melihat kesempatan booming-nya batubara dan melakukan akuisisi terhadap KPC dan Arutmin.

Bareksa.com - Pada perdagangan kemarin (Senin, 27 Juli 2015) saham PT Bumi Resources Tbk (BUMI) akhirnya jatuh ke harga terendah Rp50. Saham BUMI mengikuti saham-saham milik Bakrie Grup lainnya yang juga seharga  Rp 50 per sahamnya.

Mereka adalah PT Bakrieland Development Tbk (ELTY), PT Bakrie Telecom Tbk (BTEL), PT Bakrie Plantation Tbk (UNSP), dan PT Bakrie & Brothers Tbk (BNBR). (Selengkapnya baca di sini: Akankah BUMI Menyusul Saham-saham Grup Bakrie Lain ke Harga Rp50/Saham)

Walaupun terbaring pada harga Rp50, BUMI bukan saham sembarangan. BUMI pernah masuk ke dalam deretan saham-saham unggulan pada masanya.

Grafik Pergerakan Saham Bumi

Perusahaan yang pada saat didirikan bergerak di industri perhotelan dan pariwisata itu mulai IPO pada 30 Juli 1990. Saat itu BUMI menawarkan sebanyak 10 juta lembar saham dengan nilai harga penawaran Rp4.500  per saham.

Saham BUMI juga sempat anjlok ke level Rp200-500  pada 2000 - 2006. Namun, pada 2007, harga saham BUMI terus melonjak dan mencapai puncaknya Rp 8.400 pada 25 Juni 2008.

Head Research Universal Broker Indonesia Satrio Utomo, kepada Bareksa, Selasa 28 Juli 2015 mengatakan yang terjadi kepada saham BUMI adalah momentum naiknya batu bara Indonesia.

"Cerita BUMI adalah cerita mengenai batu bara Indonesia. Sebelumnya batu bara Indonesia dianggap remeh karena ongkos produksinya mahal pada saat harga minyak masih $20-30 per barelnya," katanya.

Saat harga batu bara naik, Bakrie Group, menurut Satrio, melihat kesempatan tersebut dan melakukan akuisisi terhadap KPC dan Arutmin. Namun yang terlambat diketahui publik adalah pembelian tersebut berasal dari utang.

Krisis 2008, menurut Satrio, menjadi titik balik harga saham BUMI. Investor yang tadinya masih memiliki prasangka baik terhadap grup Bakrie malah meninggalkan BUMI.

Pasalnya saat itu BUMI memiliki utang yang cukup tinggi dan dalam bentuk dolar Amerika Serikat. Bunganya pun saat itu mencapai 18-20 persen.

"Jadi istilahnya mereka membelit diri mereka sendiri dengan utang. Momentum naiknya harga batu bara tidak dimanfaatkan dengan baik," katanya.

Ke depannya, Satrio tidak yakin jika saham BUMI akan mempunyai performa lebih baik. Alasannya karena investor telah takut dengan cerita utang Bakrie Group. Selain itu, harga minyak yang terus merosot diperkirakan juga akan menekan harga batu bara.

"Padahal sebelum harga sahamnya merosot, lebih dari 20 orang analis khusus meng-cover saham BUMI karena dianggap sangat menarik," ujarnya.