Holcim Gabung Dengan Lafarge Cement Bisa Kuasai Pangsa Pasar Sumatera

Bareksa • 24 Jul 2015

an image
Seorang petani berjalan di pematang sawah di sekitar pabrik semen di Palimanan, Cirebon, Jawa Barat, Kamis (9/7/2015). Asosiasi Semen Indonesia (ASI) memproyeksikan kapasitas produksi semen nasional akan mencapai 80 juta ton pada 2016. (ANTARA FOTO/Dedhez Anggara)

Holcim kuasai pasar Sumatera Selatan dan Lafarge kuasai pasar Sumatera Utara

Bareksa.com – Rencana penggabungan produsen semen PT Holcim Indonesia Tbk (SMCB) dengan PT Lafarge Cement Indonesia beberapa hari lalu sempat membuat saham SMCB melompat 5 persen pada perdagangan 22 Juli 2015. Opsi ini dibuka menyusul aksi merger induk usaha SMCB, Holcim Ltd., dengan Lafarge SA.  menjadi  Lafarge Holcim. (Baca juga: SMCB Naik 4,3% Terdorong Merger dengan Lafarge

“Terkait penggabungan global tersebut, SMCB saat ini sedang mengkaji langkah integrasi yang akan dilakukan dengan Lafarge Cement Indonesia,” ungkap Andika  Lukmana,  Deputi  Sekretaris  Perusahaan  Holcim Indonesia dalam keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia.

Lantas, bagaimana prospeknya bagi SMCB setelah kedua perusahaan digabungkan?

Analis CIMB Securitas Jovent Geovani dalam laporan yang telah disampaikan ke nasabah menilai rencana penggabungan ini akan sangat baik untuk jangka panjang Holcim karena nantinya akan ada sinergi geografis antara keduanya terutama penyebaran produk di pulau Sumatera. Maklum saja, Lafarge Cement selama ini telah menguasai 15 persen pangsa pasar wilayah Sumatera dengan kontribusi terbesar berasal dari daerah Sumatera bagian utara seperti Aceh dan Medan.

Sementara itu, Holcim menguasai 15 persen pangsa pasar di Sumatera bagian selatan yang didominasi penjualan di wilayah Lampung dan sekitarnya. Jumlah ini naik dibandingkan tahun 2013 yang masih sekitar 13,4 persen.  Padahal, produk Holcim selama ini banyak difokuskan ke wilayah Jawa atau sekitar 70 persen, sementara untuk Sumatera hanya sebanyak 20 persen.

Pia Chart Persaingan Produk Semen di Sumatera tahun 2013 dan 2014

Sumber: CIMB & Holcim , diolah Bareksa

Jika penggabunan ini berhasil, posisi Holcim akan lebih kuat karena menjadi pemain kedua di Sumatera setelah Semen Indonesia (SMGR) yang menguasai 43 persen pasar Sumatera. Selain itu, Holcim dapat bersaing dengan Semen Indonesia (SMGR) dan Semen Baturaja (SMBR) dalam mendapatkan pangsa pasar wilayah Sumatera Bagian Tengah.

Peta Penyebaran Lokasi Pabrik Semen di Indonesia

Sumber: Asosiasi Semen Indonesia

Tidak hanya itu, Holcim juga terus melakukan ekspansi di pulau Sumatera, yang terbaru Holcim tengah menyiapkan fasilitas pengantongan  dan pergudangan semen di Sumatra Selatan. Bukan tanpa alasan Holcim berekspansi ke pulau ini, karena Holcim berencana mengikuti sejumlah tender pengadaan semen untuk proyek jalan toll Trans Sumatera.

Tantangan Yang Masih Harus Dihadapi

Meski secara jangka panjang potensi penggabungan ini dinilai positif, namun Jovent menilai Holcim akan menghadapi sejumlah tantangan dalam jangka pendek. Salah satunya adalah masalah operasional. Jika jadi digabungkan, maka manajemen Holcim dan Lafarge juga akan ikut digabungkan seperti halnya induk usahanya, HolcimLafarge. Penggabungan ini diperkirakan akan membutuhkan waktu yang tidak sebentar bagi kedua tim manajemen untuk dapat bersinergi.

Selain itu, tantangan lainnya berupa utang SMCB yang terus mengalami kenaikan. Pasalnya, jika penggabungan ini mengharuskan Holcim membeli saham Lafarge, maka Holcim akan membutuhkan dana yang tidak sedikit.

Jovent memperkirakan setidaknya Holcim membutuhkan dana sekitar $200 juta, dengan asumsi aset Lafarge hanya berupa pabrik semen di Lhoknga, Aceh. Namun, nilai ini dapat saja bertambah karena Lafarge juga diperkirakan tengah membangun pabrik semen dengan kapasitas 1,5 juta ton di Langkat, Sumatera Utara.

Maklum saja, utang Holcim selama ini mengalami kenaikan. Utang SMCB per Maret 2015 meningkat 9,53 persen dari sebelumnya Rp5,37 triliun pada akhir tahun 2014. Utang tersebut digunakan untuk menambah modal kerja dan pembiayaan proyek pabrik Tuban I dan Tuban II. Kenaikan utang ini menyebabkan rasio debt-equty SMCB pun meningkat menjadi 0,99x dari sebelumnya 0,96x.

Besarnya utang ini diperkirakan akan ikut menekan laba Holcim. Sebagai informasi, laba Holcim terus mengalami penurunan seiring kenaikan beban usaha dan keuangan Holcim. Tahun lalu, laba Holcim menyusut lebih dari separuhnya dibandingkan laba yang diperoleh tahun 2012. (np)

Grafik Perbandingan Margin Holcim


Sumber: Laporan Keuangan, diolah Bareksa