Bareksa.com – Rendahnya konsumsi masyarakat sepanjang enam bulan pertama 2015 diperkirakan ikut menekan kinerja perusahaan produsen consumer goods dan barang ritel. Momen Ramadhan dan Idul Fitri yang diharapkan mendorong pertumbuhan konsumsi masyarakat pun, tampaknya tidak banyak membantu. (Baca juga: Inflasi Juni Lebih Rendah Dari Ekspektasi Ekonom, Akibat Konsumsi Masih Melemah?)
Hal itu terungkap dari laporan riset JP Morgan yang menelusuri beberapa mall dan penjual ritel bahwa pelemahan konsumsi pada kuartal II 2015 masih tetap terjadi. Padahal, toko-toko telah melakukan promo dan menggencarkan penjualan.
Berdasarkan laporan JP Morgan tersebut, masyarakat lebih memilih untuk berhemat di tengah kelesuan ekonomi seperti saat ini.
Sumber: JP Morgan
Lemahnya konsumsi masyarakat juga tercermin dari data pertumbuhan penjualan toko yang sama (SSSG) PT Ramayana Lestari Sentosa Tbk (RALS). Hingga Juni 2015, SSSG RALS masih mencatatkan hasil negatif -1,2 persen. Angka ini jelas lebih rendah dibanding periode yang sama pada tahun lalu, yang nilainya masih bertengger di atas 5 persen.
Padahal, pada pertengahan Juni sudah masuk periode awal Ramadhan. Pada periode ini penjualan biasanya lebih tinggi dibanding bulan lainnya. Tengok saja data SSSG Juli tahun lalu yang melonjak lebih di atas 15 persen dibanding periode Juni yang belum memasuki bulan Ramadhan.
Grafik Perbandingan Pertumbuhan Penjualan Toko yang Sama (SSSG) PT Ramayana Lestari Sentosa Tbk (RALS)
Sumber: Mandiri Sekuritas
Berdasarkan hasil tersebut, analis Mandiri Sekuritas Matthew Wibowo memprediksi margin RALS pada tahun ini dapat tergerus dan bahkan bisa mencatatkan hasil minus (mengalami kerugian). Pasalnya, penjualan RALS diperkirakan akan kembali menurun selepas momen Ramadhan-Idul Fitri dan tahun ajaran baru yang terjadi pada Juni-Juli.
Grafik Penjualan Ramayana Lestari Sentosa Tbk (RALS) Periode 2013-2015*
Sumber: Mandiri Sekuritas
Selain itu, kinerja supermarket SPAR yang diharapkan mampu menopang kinerja RALS juga belum menunjukkan tanda-tanda perbaikan. Maklum saja, sebagai toko ritel baru, SPAR masih perlu melakukan berbagai promosi agar masyarakat berbelanja di sana. Namun, sayangnya kinerja SPAR masih menunjukkan hasil yang di bawah ekspektasi Matthew. Bahkan, aksi pembukaan delapan toko SPAR dinilai malah menambah berat beban RALS.
Margin UNVR Pun Diperkirakan Turun
Tidak hanya sektor ritel yang terkena dampaknya, analis pun memperkirakan dampak lemahnya permintaan konsumen ini akan berdampak ke perusahaan consumer goods seperti PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR). Akibat lemahnya permintaan konsumen, analis Macquarie Capital Hendy Soegiarto pun terpaksa menurunkan rekomendasinya untuk saham UNVR menjadi underperform dari sebelumnya neutral.
Hendy memperkirakan lemahnya permintaan konsumsi masyarakat masih akan berlangsung 6 - 12 bulan ke depan. Dampaknya, UNVR dan juga perusahaan konsumsi lainnya akan sulit mengerek harga jual demi meningkatkan margin.
Meski masih dapat mengurangi beban operasional, Hendy meragukan UNVR dapat memotong beban belanja iklan. Pasalnya, pengeluaran ini diperlukan untuk menjaga pangsa pasar. Kalaupun dapat dikurangi, belanja iklan ini diperkirakan masih berada di level 10 persenan dari penjualan UNVR.
Grafik Ratio Besaran Biaya Iklan Terhadap Penjualan PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR)
Sumber: Macquarie Capital
Selain itu, Hendy juga menilai dalam waktu dekat ini tidak ada sentimen pendorong yang mampu meningkatkan konsumsi masyarakat. Terlebih, proyek pembangunan infrastruktur yang diharapkan mampu mendorong konsumsi masyarakat dinilai masih belum banyak kemajuan.