Transaksi Share Swap Mitratel dan TBIG Batal. Siapa yang Rugi?

Bareksa • 01 Jul 2015

an image
Petugas memeriksa jaringan base transceiver station (BTS) milik Telkomsel di menara BTS Gayungan, Surabaya, Jawa Timur, Jumat (19/6). (ANTARA FOTO/Zabur Karuru

Tenancy ratio Mitratel baru 1,1x, lebih rendah dibanding TBIG 1,6x dan TOWR 1,9x

Bareksa.com - Menteri BUMN Rini Soemarno menyatakan transaksi pertukaran saham (share swap) anak usaha PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM), PT Dayamitra Telekomunikasi (Mitratel) dengan PT Tower Bersama Infrastruktur Tbk (TBIG) yang sudah direncanakan sejak Oktober 2014 batal terlaksana. Hal ini dinyatakan Rini dalam rapat kerja bersama komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Selasa 30 Juni 2015.  

Sementara itu, berdasarkan keterbukaan informasi bursa yang terbit hari ini (1/7) disebutkan bahwa TLKM bersama TBIG sepakat untuk melakukan perpanjangan tanggal pemenuhan syarat-syarat perjanjian dari selambat-lambatnya tanggal 31 juni 2014, menjadi selambat-lambatnya 31 Maret 2016.

Berdasarkan informasi laporan keuangan TLKM per Maret, disebutkan bahwa TLKM sudah menandatangani perjanjian untuk menukar 49 persen kepemilikan pada Mitratel dengan 5,7 persen kepemilikan pada TBIG. Selanjutnya, TLKM juga memiliki opsi untuk menukar 51 persen kepemilikan pada Mitratel dengan 473 juta saham baru di TBIG.

Jadi, jika saja proses itu sukses dengan asumsi TLKM mengambil seluruh opsi, maka TLKM bisa mendapat 13,7 persen saham TBIG dengan menyerahkan 100 persen kepemilikan di Mitratel kepada TBIG.   

Data di bursa saham menunjukan kapitalisasi pasar Tower Bersama sebesar Rp44,25 triliun. Sekitar 13 persen dari nilai tersebut sebesar Rp5,75 triliun. Berdasarkan laporan keuangan TLKM per Maret 2015, Mitratel memiliki jumlah aset sebesar Rp8,6 triliun.

Berarti, dengan melepas 13,7 persen saham senilai Rp5,75 triliun, TBIG bisa memperoleh aset Mitratel yang nilainya mencapai Rp8,6 triliun. Informasi dari website mitratel.co.id memiliki lebih dari enam ribu tower di seluruh wilayah Indonesia.

Gambar: Peta Penyebaran Tower Mitratel


sumber:mitratel.co.id

Jumlah penyewa tower milik Mitratel juga terbilang masih cukup rendah. Riset DBS Group yang dipublikasikan pada 6 Febuari 2015 menunjukan tenancy ratio (rasio jumlah penyewa per tower) Mitratel sebesar 1,1x, lebih rendah dibanding tenancy ratio TBIG sebesar 1,6x. Masih rendahnya tenancy ratio menunjukan bahwa TBIG masih bisa menambah jumlah penyewa di menara yang dimiliki Mitratel.

Grafik: Tenancy Ratio


sumber:riset DBS Vickers,bareksa.com    

Tetapi, selain mendapat aset potensial, Tower Bersama juga akan mendapatkan utang yang cukup besar. Berdasarkan informasi dari laporan keuangan Telkom, Mitratel tercatat memiliki utang: Rp1 triliun kepada Bank BRI yang akan jatuh tempo pada 2017; Rp 2,5 triliun kepada sindikasi bank (BNI, BRI, Mandiri) yang akan jatuh tempo pada 2020; serta The Bank of Tokyo - Mitsubishi UFJ, Ltd. sebesar Rp600 miliar yang akan jatuh tempo pada 2019. Walhasil total utang Mitratel pada kuartal-I 2015 mencapai Rp4,1 triliun.  

***

Transaksi seperti ini sebenarnya pernah terjadi sebelumnya pada saat TBIG mengakuisisi 2.500 menara milik PT Indosat Tbk  (ISAT) pada 2012. Pembayaran dilakukan dalam bentuk kas dan 239,8 juta lembar saham TBIG atau mewakili 5 persen kepemilikan. Saat itu harga saham TBIG senilai Rp2.757 per lembar.  

Kemudian pada 2014 Indosat menjual seluruh kepemilikannya pada TBIG dengan harga Rp5.800 per saham --lebih tinggi 2 kali lipat dari harga saham tahun 2012.Dari penjualan ini, Indosat meraup dana segar sebesar Rp1,3 triliun.