Bareksa.com - Banyak pertanyaan ketika perusahaan asal malaysia Felda Global Ventures (FGV) berniat membeli PT Eagle High Plantations Tbk (BWPT), perkebunan sawit milik Peter Sondakh. Pasalnya, harga pembelian produsen CPO terbesar dunia tersebut Rp765 per saham atau hampir dua kali lipat lebih tinggi dari harga saham BWPT di bursa saham Indonesia Rp390 per saham.
Bahkan parlemen Malaysia mendesak FGV untuk membatalkan transaksi pembelian saham BWPT. Seperti dikutip dari Reuters 15 Juni 2015, parlemen dan analis negeri Jiran itu memperingatkan bahwa kesepakatan antara FGV-Rajawali cukup berisiko bagi perusahaan dan investor.
"This is to prevent even further losses to the investors which includes Felda, the settlers, the Employees Provident Fund, the Pension Fund, Lembaga Tabung Haji (Malaysia's Pilgrim Fund) and various state governments," kata Tony Pua, anggota parlemen Malaysia, Senin 15 Juni.
Analis CIMB Research Ivy Ng menurunkan target harga saham FGV menjadi RM1,69 per saham menjadi RM1,91. Ivy menilai bahwa harga penawaran FGV untuk membeli BWPT terlalu tinggi. "We are of the view that the proposed acquisition price for EHP (Eagle High Plantations) is too high," katanya seperti dikutip dari Reuters.
Sebaliknya Dato' Mohd Emir Mavani Abdullah, CEO FGV, mengatakan bahwa akuisisi ini akan meningkatkan kapasitas bisnis perseroan dan mencapai efisiensi operasional dari hulu hingga hilir.
"Melalui akuisisi ini kami akan menjadi pebisnis terbesar dan terkuat pada industri perkebunan kelapa sawit global. Melalui kesepakatan ini kami mencapai efisiensi dari sisi pembiayaan dan kegiatan operasional baik pada sektor hulu maupun sektor hilir," ujarnya seperti dikutip dari press release acara penandatanganan perjanjian akuisisi BWPT di Jakarta, Jumat 12 Juni 2015.
Harga saham FGV sendiri sudah menyentuh level terendah semenjak penawaran umum perdana (initial public offering/IPO). Kemarin (15/6) harga saham FGV ditutup pada RM1,65 atau lebih rendah dari harga IPO RM4,5 per saham.
Bagaimana Kinerja FGV?
Sejak 2011 - 2014, FGV mampu menghasilkan rata-rata pertumbuhan pendapatan sebesar 22 persen. Dalam periode tersebut, unit bisnis yang memberi kontribusi terbesar adalah penjualan minyak sawit. Padahal, harga CPO sendiri sepanjang 2014 mengalami penurunan.
Grafik: Pertumbuhan Pendapatan & Laba FGV
sumber: bareksa.com
Di tengah pertumbuhan pendapatan yang cukup tinggi, perolehan laba FGV justru turun. Penurunan paling parah terjadi pada 2014; laba turun 66 persen di tengah naiknya pendapatan 30 persen. Berdasarkan laporan keuangan FGV, turunnya laba terutama disebabkan oleh peningkatan ongkos distribusi, biaya administrasi, dan beban operasi lainnya.
Grafik: Peningkatan Beban FGV Tahun 2014
sumber:bareksa.com
Pada 2014, FGV juga mengalami peningkatan beban bunga 82 persen lantaran naiknya utang perseroan. Rasio utang perusahaan ini pada 2014 meningkat menjadi 53 persen dari tahun sebelumnya 48 persen. Rasio utang tersebut sudah lebih tinggi dibanding rata-rata perusahaan perkebunan yang tercatat di bursa Malaysia sebesar 45,5 persen.
Grafik: Perbandingan DER Perusahaan Perkebunan Malaysia
sumber:bareksa.com
Dato' Mohd Emir Mavani Abdullah, dalam acara penandatanganan perjanjian akuisisi di Jakarta mengatakan bahwa perseroan akan mendanai semua transaksi pembelian BWPT dengan utang. Artinya, setelah akuisisi utang FGV akan bertambah sebesar RM2,5 miliar --nilai transaksi pembelian BWPT oleh FGV-- dan akan menambah beban keuangan yang ditangung perusahaan.
Sebagai informasi pada 2014, beban keuangan FGV sudah meningkat sebesar 83 persen menjadi RM189 juta. Peningkatan beban bunga FGV terjadi pasca akuisisi Asian Plantations Ltd (APL) yang dilakukan pada Agustus senilai RM628 miliar.