Bareksa.com – Pemerintah kembali mengintervensi kebijakan bisnis Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Setelah sebelumnya mengintervensi penetapan harga semen PT Semen Indonesia Tbk. (SMGR) dan membatalkan kenaikan harga bensin Premium PT Pertamina, kali ini pemerintah mengintervensi PT Jasa Marga Tbk (JSMR).
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono dalam peresmian tol Cikampek-Palimanan (Cipali) mengungkapkan akan memotong tarif jalan tol sebesar 25-35 persen mulai H-10 hingga H+3 Lebaran 2015, terutama yang dikelola oleh emiten jasa jalan tol tersebut.
"Dalam rangka perayaan Lebaran 1436 Hijriah pada 2015 dan meningkatkan pelayanan jalan tol serta memberi penghargaan kepada pengguna jalan tol, kami berikan potongan tarif sebagai bentuk amal," kata Basuki kepada wartawan.
Rencana itu sontak menekan harga saham JSMR turun 3,6 persen menjadi Rp6.025 per saham pada pukul 13.59 WIB. Pelaku pasar, dalam salah satu forum mengungkapkan bahwa kebijakan ini seolah meminta agar JSMR ikut berkorban demi perekonomian negara saat Lebaran.
Grafik Pergerakan Intraday Harga Saham PT Jasa Marga Tbk (JSMR)
Sumber: Bareksa.com
Meski akan mengurangi pendapatan selama periode Lebaran, sejumlah analis menilai dampak pemotongan taril tol terhadap JSMR sebenarnya tidak terlalu besar. Joko Sogie, analis Danareksa, mengungkapkan dampak kebijakan ini hanya akan menurunkan sekitar 1 - 1,4 persen dari pendapatan JSMR.
Dalam laporan risetnya, Joko juga menjelaskan bahwa pendapatan sepanjang periode Ramadhan hingga Lebaran hanya berkontribusi 4 persen dari total pendapatan JSMR.
“Dengan asumsi tarif tol dipotong 25-35 persen, ini dapat diartikan dengan pendapatan yang lebih rendah 1-1,4 persen,” ujar Joko.
Senada dengan Joko, analis Kim Eng Pandu Anugrah dalam laporan risetnya juga memperkirakan pendapatan JSMR hanya akan berkurang 1,4 persen, sementara laba bersihnya akan berkurang 2,9 persen.
Grafik Pendapatan Ramadhan-Lebaran PT Jasa Marga Tbk (JSMR) Periode
Sumber: Perseroan, diolah Danareksa
Lebih Khawatir Kebijakan Campur Tangan" Pemerintah
Meski demikian, para analis sebenarnya lebih mengkhawatirkan mengenai keputusan pemerintah yang seolah “mencampuri” kebijakan pasar yang berlaku. Kondisi ini seperti menegaskan bahwa posisi BUMN terlalu rentan akan kebijakan intervensi pemerintah.
Pasalnya, bukan kali ini saja pemerintah melakukan intervensi yang dinilai merugikan perusahaan. Sebelumnya, pemerintah juga pernah “mencampuri” permasalahan harga semen nasional dan pembatasan suku bunga pinjaman perumahan dari perbankan yang berimbas merontokkan harga saham PT Semen Indonesia Tbk (SMGR) dan PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN) kala itu.
“Singkatnya, langkah kebijakan ini dapat menciptakan ketidakpastian lebih di pasar,” ujar Joko.
“It will make attracting investments into Indonesia more difficult, in our opinion, and that in turn will hurt economic growth this year,” tulis John Rachmat dan tim analis Mandiri Sekuritas.