Bareksa.com - Produsen minuman beralkohol, PT Delta Djakarta Tbk (DLTA) menyatakan telah menaikkan harga jual pada tahun ini karena turunnya volume penjualan dan adanya pengetatan penjualan dari pemerintah.
“Harga jual sudah kami naikkan pada 1 Juni, rata-rata di bawah 10 persen untuk berbagai merek," ujar Ronny Titiheruw, Direktur Pemasaran Delta Djakarta kepada wartawan pada 11 Juni 2015.
Dia mengatakan perseroan akan terus mencari strategi baru untuk menyiasati peraturan pemerintah yang membatasi penjualan minuman beralkohol. Perusahaan yang dikenal dengan merek minuman Anker Beer, Carlsberg, San Miguel dan Kuda Putih ini bakal menyasar kerja sama strategis dan memaksimalkan jalur distribusi yang masih diperbolehkan.
Seperti diketahui, kinerja Delta Djakarta terhadang Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 06/M-DAG/PER/1/2015 tentang pengendalian dan pengawasan terhadap pengadaan, peredaran, dan penjualan minuman beralkohol, yang berlaku tiga bulan sejak diundangkan pada Januari 2015. Peraturan itu melarang penjualan di minimarket dan pengecer lainnya dan efektif sejak 16 April 2015, padahal 100 persen produk perseroan adalah minuman beralkohol.
Meski dilarang di level ritel dan pengecer, konsumen masih bisa membeli produk minuman beralkohol di supermarket, hipermarket, juga di kawasan wisata. “Kami akan memaksimalkan jaringan distribusi di supermarket, hotel dan kafe-kafe di kawasan wisata,” ujar Ronny.
Namun, dia mengakui bahwa penjualan melalui minimarket dan pengecer sangat besar kontribusinya. Data dari Gabungan Industri Minuman Malt Indonesia (GIMMI), seperti dikutip Rappler, menunjukkan bahwa penjualan bir di jaringan pedagang eceran nilainya bahkan lebih besar dibanding penjualannya di jaringan minimarket.
Grafik Profil Distribusi Bir Indonesia
Sumber: GIMMI, dikutip Rappler
Ronny juga mengungkapkan, perseroan terus berdialog dengan Kementerian Perdagangan untuk menemukan solusi terbaik dalam menjual produk bir, yang notabene minuman berkadar alkohol rendah. “Kami terus melakukan koordinasi dan dialog dengan Kemendag. Harapannya ada solusi terbaik bagi semua pihak,” ujarnya.
Alan Fernandez, Direktur Keuangan Delta Djakarta mengatakan, perseroan terpaksa menaikkan harga jual guna menutupi penurunan kinerja yang telah terjadi sejak kuartal I tahun ini. Dia mengungkapkan, pada tahun lalu, perseroan juga melakukan hal yang sama. (Baca juga: Miras Dilarang di Minimarket, Laba Produsen Anker Beer Anjlok 58% di Kuartal I)
Sementara itu, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS terdepresiasi menembus Rp13.000 pada akhir tahun lalu, hal ini berdampak pada naiknya harga bahan baku impor dan bahan lainnya. Pertumbuhan industri bir melambat terlihat di semester pertama tahun 2014 karena lemahnya permintaan selama masa pemilu.
“Selain tantangan ekonomi dan politik, industri bir juga terpengaruh oleh pemberlakuan kenaikan tarif cukai sebesar 18,2 persen, dari Rp 11.000 per liter menjadi Rp 13.000 per liter di awal tahun lalu, yang menyebabkan kenaikan harga bir,” ungkapnya tentang alasan kenaikan harga pada tahun lalu.
Dengan kondisi ekonomi yang masih lemah, manajemen memasang target konservatif pada tahun ini, setidaknya sama dengan kinerja tahun lalu. Sepanjang 2014 lalu, DLTA berhasil mengantongi penjualan sebesar Rp2,11 triliun dan laba bersih Rp282,17 miliar. (Baca juga: Imbas Miras Dilarang, Harga Saham MLBI & DLTA Turun Diatas 15 Persen)
Dividen & Stock Split
Delta Djakarta mendapat persetujuan dari rapat umum pemegang saham (RUPS) hari ini untuk membagikan dividen sebesar Rp6.000 per saham atau total Rp96,07 miliar. Rasio dividen tersebut setara dengan 33,98 persen laba bersih perseroan tahun lalu. (Baca juga: Kenapa Ahok Tak Sudi Melepas Saham DKI di Produsen Bir Anker)
Pada saat bersamaan, RUPS emiten yang 26,25 persen sahamnya dimiliki oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta ini juga menyetujui aksi pemecahan nilai nominal saham (stock split) dengan rasio 1:50. Artinya, jumlah saham beredar akan lebih banyak dengan harga yang lebih murah. Dengan aksi ini, nominal saham pun menciut dari Rp1.000 per lembar menjadi hanya Rp20 per lembar. Akan tetapi, jumlah yang beredar pun akan lebih banyak, menjadi 800 juta lembar.
Stock Split ini dilakukan untuk mematuhi peraturan Bursa Efek Indonesia No.IA yang mengharuskan saham beredar sebanyak 50 juta lembar, dan mewakili 7,5 persen modal disetor. Selain itu, saham emiten juga harus dimiliki oleh 300 pihak. Saat ini, jumlah saham beredar (outstanding) DLTA hanya sebanyak 16 juta lembar dan 18 persen dimiliki oleh publik di pasar.