Bareksa.com - Salah satu perusahaan milik Pemerintah Daerah DKI Jakarta, PT Pembangunan Jaya Ancol Tbk (PJAA) memastikan langkah besar ekspansi reklamasi yang akan dilakukan hingga 2020. Mampukah modal Jaya Ancol menopang langkah agresif tersebut?
Jaya Ancol telah mengantongi hak reklamasi empat pulau, yaitu Pulau I seluas 405 hektare (dengan kepemilikan saham 50 persen), Pulau J seluas 316 hektare, Pulau K seluas 32 hektare dan Pulau L seluas 481 hektare berdasarkan Peraturan Gubernur No. 121 Tahun 2012.
Sumber: Jaya Ancol
Memasuki 2015, Jaya Ancol sudah mulai mengembangkan kawasan reklamasi Pulau K. Dari laporan keuangan Maret 2015 diketahui Jaya Ancol telah mengerjakan pekerjaan fisik tanggul.
"Rencananya kawasan ini akan menjadi komplek apartemen, hotel, mall dan wisata atraksi air, dan convention hall," kata Direktur Utama PJAA Gatot Setyowaluyo dalam paparan publik di Jakarta, Senin 8 Juni 2015.
Dibutuhkan investasi sekitar Rp2,5 triliun untuk membangun taman rekreasi tersebut. Tidak hanya pembangunan reklamasi Pulau K, Jaya Ancol juga akan mengembangkan pantai timur Ancol yang dinamakan Pantai Ancol Lagoon sepanjang 3,4 km.
Melengkapi fasilitas wahana rekreasi, Jaya Ancol juga agresif dalam bisnis properti. Ada enam proyek properti yang sedang dalam pipe line bisnis periode 2015 - 2020 yakni apartemen dan premium landed house Jaya Ancol Seafront, mixed use building Ocean Breeze, apartemen Northland, kawasan mix use carnaval dan hotel yang akan dibangun di Pulau K.
Gambar Rencana Pengembangan Bisnis Properti Jaya Ancol
Sumber: Jaya Ancol
Dilihat dari laporan neraca per Maret 2015 struktur permodalan Jaya Ancol bisa dikatakan sehat berdasar rasio utang. Modal Jaya Ancol mencapai Rp1,62 triliun naik 19,6 persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Adapun utang berbunga -- terdiri atas utang bank dan utang obligasi -- turun 4,6 persen menjadi Rp498,4 miliar. Walhasil rasio utang berbunga terhadap ekuitas juga turun menjadi 30 persen dari sebelumnya 35 persen.
Kenaikan laba 22,35 persen menjadi Rp235,16 miliar pada akhir 2014 dibanding periode yang sama tahun sebelumnya menjadi penyumbang naiknya modal Jaya Ancol. Padahal pendapatan turun 11 persen menjadi Rp1.101 triliun akibat berkurangnya pendapatan segmen properti.
Pendapatan tersebut turun bukan lantaran proyek properti yang lesu, melainkan akibat proyek Jaya Ancol Seafront yang menggunakan skema KSO dengan PT Jaya Real Properti Tbk (JRPT), sehingga secara akuntasi tidak termasuk dalam pendapatan, tetapi masuk dalam komponen laba entitas bersama. Inilah yang juga menjadi penyebab lonjakan laba akhir 2015.
Sementara itu per Maret 2015 juga posisi kas Jaya Ancol masih berkisar Rp218 miliar, aman untuk membayar obligasi yang akan jatuh tempo pada 17 Desember 2015 dengan nilai sekitar Rp99,2 miliar.
“Untuk membayar utang obligasi tahun ini kami akan memakai kas internal,” kata Direktur Independen PJAA Arif Nugroho kepada Bareksa.com.
Kuatnya modal juga tercermin dari langkah Jaya Ancol yang masih tetap membagikan dividen dengan rasio pembayaran dividen (Dividend Payout Ratio / DPR) 44,46 persen dari laba 2014 senilai Rp235,16 miliar atau Rp65 per saham. Ini merupakan tahun keempat Jaya Ancol membagian dividen dengan rasio DPR yang sama.
Terkait dengan pembangunan kawasan rekreasi di Pulau K, Arif mengatakan sebagian besar dana akan diperoleh dari kas internal tetapi tidak tertutup kemungkinan untuk meraih dana eksternal termasuk dari pasar modal.
“Dana taman rekreasi dari kas internal dulu. Tapi sebagai perusahaan terbuka, kami punya opsi pembiayaan yang lain. Bisa dari rights issue, strategic partner, atau obligasi,” katanya dalam kesempatan yang sama.
Apalagi di tengah kepercayaan investor yang antusias terhadap pembangunan reklamasi maka mudah bagi Jaya Ancol mencari pendanaan eksternal. Hal ini tercermin juga dari peningkatan harga saham PJAA. Dalam satu tahun saham PJAA melesat hampir dua kali lipat menjadi Rp2.350 per 8 Juni 2015 berdasar pada data Bareksa.
Sumber: Bareksa.com