Staf Khusus Wapres: Indikasi Ekonomi Kuartal II-2015 Naik Jadi 4,8-4,9%

Bareksa • 05 Jun 2015

an image
Staff Khusus Wakil Presiden Wijayanto Samirin (Pribadi)

Meningkatnya harga komoditas menjadi pemicu kenaikan pertumbuhan ekonomi

Bareksa.com – Naiknya harga sejumlah komoditas dan mulai berjalannya program pemerintah menjadi pendorong membaiknya pertumbuhan ekonomi pada kuartal kedua tahun ini.

“Insha allah pada kuartal II akan bounce back (membaik) walaupun masih di kisaran 4,8-4,9 persen,” ujar Wijayanto Samirin, Staf Khusus Wakil Presiden kepada Bareksa.com.

Harga sejumlah komoditas mulai merangkan naik terimbas meningkatnya harga minyak dunia. Minyak mentah jenis WTI melonjak 20 persen menjadi $60 per barel pada akhir Mei 2015. Sebelumnya harga “emas hitam” ini sempat mencapai $48 per barel pada akhir Januari 2015, yang merupakan titik terendah sejak April 2009. Kenaikan harga minyak mentah ini menyebabkan harga komoditas lainnya juga ikut meningkat, salah satunya minyak kelapa sawit (CPO).

Grafik Pergerakan Harga Komoditas CPO

Sumber: Bareksa

Ekspor komoditas selama ini mewakili 57 persen dari total ekspor dan 35 persen penopang pertumbuhan ekonomi Indonesia.

“Sebenarnya pada kuartal I-2015 lalu hampir semua sektor mengalami pertumbuhan positif, kecuali sektor tambang minus 2,3 persen,” kata Wijayanto.”Jika kontribusi tambang ini dikeluarkan dari perhitungan, maka sebenarnya pada kuartal I lalu kita bertumbuh 4,92 persen.”

Grafik Perbandingan Kontributor Ekspor Indonesia Kuartal I-2015

Sumber: Kementerian Perdagangan, diolah Bareksa

Selain perbaikan harga komoditas ekspor Indonesia, perbaikan ekonomi pada kuartal kedua ini juga disebabkan mulai cairnya dana untuk pengerjaan proyek infrastruktur yang selama ini dijanjikan pemerintah.

Permasalahan struktural dan administratif yang harus diselesaikan pemerintah – seperti misalnya penggabungan kementerian Pekerjaan Umum dengan Perumahan Rakyat – menyebabkan pengerjaan proyek-proyek pemerintah belum bisa dilakukan pada kuartal I lalu.

Kini, setelah semua proses tersebut sudah terselesaikan, pemerintah berharap semua ini bisa menjadi momentum tambahan bagi kinerja ekonomi pada kuartal II. “Berbeda dengan kuartal I yang merupakan masa-masa pembelajaran bagi tim pemerintahan. Pada kuartal II ini tim pemerintah sudah lebih solid. Selain itu, program investasi pemerintah juga mulai dijalankan,” kata Wijayanto.

Berdasarkan data Bareksa, kenaikan pertumbuhan memang hampir terjadi pada kuartal kedua pada setiap pemerintahan baru terbentuk.

Hal ini terjadi karena biasanya pemerintahan baru ingin segera menyelesaikan janji-janji politiknya saat masa pemilu berlangsung. Namun, proses transisi dari sistem pemerintahan lama kepada pemerintahan baru menyebabkan pemerintah tidak bisa langsung tancap gas menjalankan program-program andalannya.

Sebagai contoh, pertumbuhan ekonomi baru mulai meningkat pada kuartal II 2005 setelah program Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sudah mulai dijalankan. RPJMN ini merupakan salah satu program pembangunan lima tahunan andalan SBY kala itu.

Grafik Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Periode 2004-2013*

Sumber: Bareksa

Ekonom sekaligus pengamat, Anton Gunawan menilai meningkatnya konsumsi masyarakat juga memicu pertumbuhan. “Menjelang bulan Puasa,daya beli masyarakat biasanya akan meningkat,” kata Anton.

Kenaikan daya beli ini tercermin dari membaiknya indeks tingkat kepercayaan konsumen. Tingkat kepercayaan konsumen Indonesia mulai membaik pada Mei setelah sebelumnya terus tercatat  turun dan nilainya sempat mencapai 107,4 pada April lalu.

Tingkat kepercayaan konsumen merupakan sebuah indikator yang biasanya digunakan Bank Indonesia (BI) untuk mengukur kondisi keuangan, keinginan konsumsi serta keyakinan rata-rata dari konsumen di Indonesia.

Grafik Tingkat Kepercayaan Konsumen Indonesia

Sumber: Tredingeconomics 

Kenaikan indeks menunjukkan kenaikan minat masyarakat untuk membelanjakan uangnya. Penurunan keyakinan masyarakat pada kuartal pertama mendorong konsumen menahan pengeluaran kala itu. (np)