Pernah Rasakan Proses 17 Tahun, SMGR Sebut Konsolidasi BUMN Bukan Perkara Mudah

Bareksa • 28 May 2015

an image
Sekretaris Perusahaan Semen Indonesia, Agung Wiharto (kiri), betbincang dengan Kepala Biro Komunikasi Korporat Semen Indonesia - (ANTARA FOTO/Eric Ireng)

Faktor budaya menjadi penghambat utama konsolidasi antar BUMN

Bareksa.com - Wacana penyatuan BUMN di industri semen yang kembali bergulir diperkirakan masih akan memakan proses panjang bercermin dari konsolidasi PT Semen Indonesia Tbk (SMGR) yang membutuhkan waktu hingga 17 tahun.

Dalam riset CIMB Securities yang telah disampaikan kepada nasabah menyebut Kementerian BUMN sedang mengkaji konsolidasi antara Semen Indonesia, PT Semen Baturaja Tbk (SMBR) dan PT Semen Kupang. CIMB Securities melihat impak positif penggabungan ini yakni meningkatnya pangsa pasar Semen Indonesia di Sumatera apalagi dengan adanya rencana pembangunan tol trans Sumatera.

Corporate Secretary Semen Indonesia, Agung Wiharto enggan berkomentar terkait akuisisi karena Semen Indonesia sendiri belum ada persiapan akuisisi apapun. Tetapi beliau tidak menampik impak positif yang bisa dirasakan masing-masing BUMN jika bergabung. (Baca juga: SMBR Loncat 12% Ditengah Spekulasi Akuisisi, Antrean Beli 2 Kali Antrean Jual)

Berkaca dari langkah konsolidasi Semen Gresik, Semen Padang dan Semen Tonasa, Agung melihat kendala utama penyatuan BUMN yakni faktor budaya dan kearifan lokal. Perubahan nama menjadi Semen Indonesia menjadi salah satu langkah mensejajarkan ketiga perusahaan semen tersebut.

"Sebenarnya kita sudah jadi hoding dari tahun 1995, tapi sampai 2004 belum bisa mengeluarkan laporan keuangan konsolidasian. Semen Tonasa dan Semen Padang tidak mau berada di bawah Semen Gresik." katanya saat dihubungi Bareksa.

Grafik: Proses Sinergi Semen Indonesia

sumber:Semen Indonesia

Keinginan untuk bersinergi justru muncul karena ancaman persaingan ketat dari perusahaan semen asing. "Tahun 2005 kita menata kembali sinergi dengan membangun kepercayaan secara bertahap, ini karena masing-masing perusahaan sadar tidak bisa bersaing dengan asing kalau hanya sendiri-sendiri." tambahnya.

Panjang dan rumitnya proses ini berbuah manis. Sinergi antara perusahaan-perusahaan di bawah naungan Semen Indonesa membuat pasar tersebar lebih luas dibanding perusahaan asing yang ikut meramaikan industri semen tanah air.

Peta Persaingan Perusahaan Semen

sumber: Semen Indonesia

Analisis Bareksa melihat kinerja neraca perusahaan yang meningkat drastris setelah berhasil melakukan sinergi di tahun 2005. Pertumbuhan aset dan ekuitas Semen Indonesia naik rata-rata 20 persen per tahun, dari sebelumnya di bawah 15 persen.

Grafik: Pertumbuhan Aset dan Ekuitas Semen Indonesia

Sumber: Perusahaan, Bareksa.com

Kuatnya modal membuat perseroan terus berupaya untuk meningkatkan kapasitas produksi. Di periode 2005 sampai dengan 2014, pertumbuhan kapasitas produksi PT Semen Indonesia naik 29. Peningkatan kapasitas tersebut mengalahkan peningkatan kapasitas produksi perusahaan semen yang dikuasai asing seperti Indocement dan Holcim Indonesia.

Grafik: Peningkatan Kapasitas Produksi Semen

Sumber: Perusahaan, Bareksa.com

Berkah menjadi holding juga menjaga pangsa pasar Semen Indonesia sebagai penguasa semen. Di periode Maret 2014 dan Maret 2015 pangsa pasar Semen Indonesia berada di atas 40 persen dibanding kedua pesaing asing nya yang dibawah 30 persen.  

Grafik: Pangsa Pasar Semen Per Maret 2014 & 2015

Sumber: Bareksa.com

***

Tidak hanya pada industri semen, kesulitan penggabungan BUMN juga terjadi hampir diseluruh sektor. Padahal penggabungan kekuatan BUMN diyakini menjadi salah satu alternatif yang tepat dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) dimana banyak perusahaan asing bermodal besar yang akan masuk ke Indonesia.

Berdasarkan pengalaman sebelumnya, penggabungan BUMN dapat membuat perusahaan BUMN memenangkan persaingan dengan pemain global. Tapi yang terjadi belakangan ini, penggabungan kekuatan perusahaan milik pemerintah malah sulit terealisasi.

Salah satu contoh yang dapat menggambarkan besarnya modal perusahaan asing adalah kekuatan modal bank-bank di kawasan ASEAN. Data Bankscope yang dikutip dari materi presentasi Asian Bank Institute (ABI) September 2014, menunjukan bahwa bank dengan kekuatan modal dan aset besar di ASEAN kebanyakan berasal dari Malaysia dan Singapura. Sementra bank asal Indonesia berada di urutan terendah.

Grafik: Kekuatan Modal dan Aset Bank ASEAN

sumber: Bankscope, Presentasi ABI

Sementara itu, penyatuan bank BUMN untuk bisa bersaing di MEA masih mentah. Wakil Presiden Jusuf Kalla pada 17 April 2015 mengatakan bahwa merger bank BUMN membutuhkan banyak waktu dan biaya. "Kita lupakan saja berfikir begitu (merger)," katanya sepertui dikutip dari Bisnis Indonesia.

Saat ini, masih berjalan adalah pembentukan holding BUMN reasuransi dengan menggabungkan PT Reasuransi Umum Indonesia (Persero) dengan PT Reasuransi Indonesia Utama (Persero). Kemudian, rencana terbaru pemerintah berniat membentuk holding pelabuhan yakni PT Pelindo. 

Riset Lembaga Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (LMFEUI) dalam riset yang berjudul Restrukturisasi BUMN Menjadi Holding Company menyebut bahwa salah satu faktor yang menyulitkan penggabungan kekuatan BUMN adalah birokrasi yang panjang dan rumit.

"Restrukturisasi BUMN acapkali terhambat oleh karena realisasi perencanaan tersebut harus disertai dengan produk hukum, yakni Peraturan Pemerintah (PP). Hal ini kemudian menjadi salah satu kelemahan restrukturisasi BUMN. Banyaknya stakeholder terkait, membuat proses pengambilan keputusan harus melewati proses birokrasi yang panjang dan rumit," demikian kutipan riset yang dibuat oleh Dr. Toto Pranoto dan Dr Willem A. Makaliwe. (np)