TINS Rugi Rp 20 Triliun Akibat Penambangan Ilegal. Bagaimana Perhitungannya?

Bareksa • 25 May 2015

an image
PT Timah (Persero) Tbk

Kehilangan itu yang berada di wilayah yang IUP-nya dipegang Timah dan dihitung selama hampir 5 tahun

Bareksa.com - PT Timah Tbk (TINS) menderita kerugian besar akibat penambangan ilegal Kepulauan Bangka dan Belitung. Praktik yang merusak lingkungan itu juga mengakibatkan perusahaan pelat merah itu kehilangan cadangan eksplorasi timah senilai Rp20 triliun dalam jangka waktu hampir lima tahun.

“Tahun lalu kami sudah memvalidasi cadangan timah perseroan di Kepulauan Bangka dan Belitung,” kata Direktur Utama PT Timah Sukrisno dalam diskusi di Mapolda Kepulauan Bangka dan Belitung di Pangkalpinang seperti dilansir dari Antara.

Corporate Secretary TINS Agung Nugroho membenarkan pernyataan bosnya tersebut. Kegiatan tambang ilegal itu, kata dia, mengambil cadangan timah perseroan sebanyak 125.000 ton. Total kerugian bisa mencapai Rp 20 triliun dengan asumsi harga jual $16.000 per ton.

"Kehilangan itu berada di wilayah yang izin usaha pertambangannya dipegang PT Timah dan kami hitung dari cadangan awal 2009 dan akhir September 2014," ujarnya kepada Bareksa Senin, 25 Mei 2015.

Luas izin usaha pertambangan (IUP) milik PT Timah di darat seluas 331.580 hektare. Adapun luas IUP di laut mencapai 184.400 hektare. Total wilayah yang dapat diekplorasi maupun diproduksi oleh PT Timah mencapai 515.980 hektare.

Hingga akhir 2014, total sumber daya yang dimiliki oleh PT Timah mencapai 695.028 ton, dan sebanyak 65 persennya berada di laut. Pada saat bersamaan, cadangan perseroan tercatat sebanyak 313.238 ton, dengan 91 persennya berada di laut.

Grafik Sumber Daya dan Cadangan PT Timah

Sumber: PT Timah

Penambangan liar sangat merugikan negara karena eksportir tidak membayar royalti atau pun bea keluar kepada pemerintah. Di sisi lain, para penambang liar juga merusak lingkungan karena tidak mereklamasi (penutupan kembali) tambang yang sudah digali.

Padahal, Indonesia merupakan produsen timah terbesar nomor dua di dunia, dengan kontribusi sebesar 26 persen dari total produksi timah global. Indonesia juga tercatat sebagai eksportir (pengapal) timah terbesar di dunia, menyumbang 25-30 persen dari total kebutuhan global.

Penjualan timah ilegal tersebut pernah diselidiki oleh Indonesian Corruption Watch (ICW). Lembaga swadaya masyarakat ini pernah mengeluarkan laporan berjudul ‘Membongkar Mafia Ekspor Timah Ilegal’ pada awal Mei 2014. (Baca juga: Benarkah Ekspor Timah Diperketat Lantaran Nilai Ekspor Ilegalnya Rp 50 Triliun?)

Selain itu, penambangan inkonvensional atau liar di Bangka Belitung berpotensi merusak  lingkungan, terutama  dalam areal IUP PT Timah yang menjadi kewajiban untuk melakukan pengelolaan proses rehabilitasi lingkungan.
PT Timah menilai penambangan inkonvensional yang berada di luar pengendaliannya, termasuk perusakan lahan bekas tambang yang telah direhabilitasi sebelumnya, menyulitkan proses rehabilitasi lingkungan.

Oleh sebab itu, menurut Agung, PT Timah menyambut baik aturan pengetatan ekspor yang akan diberlakukan pemerintah mulai 1 Agustus 2015. Pengetatan itu tertuang dalam peraturan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 33/M-Dag/ PER/5/2015 yang merupakan revisi dari Permendag No. 44/M-Dag/PER/7/2014 tentang Ketentuan Ekspor Timah.

Dalam beleid disebutkan hanya tiga kategori timah yang boleh diekspor -- dari sebelumnya ada empat kategori. Timah murni batangan hanya dapat diekspor oleh perusahaan yang memiliki sertifikat clear and clean (CnC) dan telah lunas membayar royalti. Selain itu, ekspor pun harus melalui pasar berjangka timah di Bursa Komoditi dan Derivatif Indonesia (ICDX). (Baca juga: Sambut Aturan Pengetatan Ekspor, TINS Optimis Harga Timah $20.000/Ton)

Harga saham TINS di Bursa Efek Indonesia hari ini turun 1,13 persen menjadi Rp875 pada pukul 15.11 WIB. Nilai kapitalisasi pasar perusahaan tambang ini mencapai Rp6,52 triliun. (pi)