Utang Dolar Swasta Tinggi, Menkeu Perketat Aturan Pajak Korporasi

Bareksa • 15 May 2015

an image
Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro (tengah), bersama Deputi Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo (kanan) dan Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Muliaman D Hadad (kiri) menyampaikan perkembangan perekonomian terkini di Kementerian Keuangan, Jakarta, Selasa (10/3). ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari

Pemerintah hanya mengakui pembayaran bunga sebagai pengurang pajak jika rasio utang terhadap ekuitas (DER) max. 4 kali

Bareksa.com - Kementerian Keuangan berencana memperketat peraturan pajak untuk memastikan perusahaan memiliki kas yang cukup kuat terhadap jumlah utang dolar mereka. Selain itu, aturan tersebut juga diharapkan dapat mengelola eksposur utang luar negeri pada korporasi dan meningkatkan penerimaan pajak pemerintah.

Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan dalam konferensi pers pada hari Rabu 13 Mei 2015 bahwa pemerintah hanya akan mengakui pembayaran bunga sebagai pengurang pajak jika rasio utang terhadap ekuitas (DER) perusahaan tidak lebih dari 4 kali.

"Kami melihat pinjaman luar negeri swasta kita naik dan dianggap sebagai risiko oleh investor asing. Kami memperbaiki keadaan sehingga pinjaman luar negeri tidak akan naik terlalu cepat," kata Menkeu seperti dikutip Reuters.

Bambang menambahkan bahwa peraturan tersebut juga akan berlaku untuk utang dari bank lokal. Saat ini, tidak ada peraturan tentang rasio dan pemerintah mengakui semua pembayaran bunga sebagai pengurang pajak.

Namun, sektor perbankan, keuangan dan minyak gas akan dibebaskan dari aturan baru ini. Peraturan yang rencananya dikeluarkan tahun ini akan menjadi efektif tahun depan sementara ada masa transisi.

Bank Indonesia sebelumnya memperingatkan perusahaan nasional yang memiliki pinjaman luar negeri tanpa lindung nilai (unhedged). Pasalnya, saat ini rupiah adalah mata uang berkinerja terburuk di Asia. Tahun lalu, Bank Indonesia memerintahkan perusahaan untuk melakukan lindung nilai atas sebagian pinjaman sebelum jatuh tempo.

Pinjaman luar negeri perusahaan swasta Indonesia telah tumbuh pesat dalam beberapa tahun terakhir. Pada Februari 2015, total pinjaman asing yang dimiliki swasta mencapai $164,13 miliar, naik 13,8 persen dibandingkan dari setahun sebelumnya. Bahkan, angka tersebut sudah berlipat ganda dibandingkan level pada 2010.

Aturan yang lebih ketat juga akan memungkinkan kenaikan penerimaan pajak dari perusahaan dengan DER yang lebih tinggi dari batas disyaratkan.

Rosan Roeslani, Wakil Ketua Umum Kamar Dagang Indonesia (KADIN) untuk bidang perbankan dan finansial, menyambut aturan ini karena dapat menjaga penerimaan pajak negara dan keuangan perusahaan.

"Menurut saya, sebuah perusahaan dengan rasio utang terhadap ekuitas lebih dari 4 kali sudah terlalu tinggi. Rasio 3 atau 2 kali lebih ideal," katanya dikutip Reuters. (kd)