Bareksa.com – Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan bahwa neraca perdagangan Indonesia periode April 2015 masih membukukan surplus $0,45 miliar meski perdagangan ekspor menurun 8,44 persen.
Nilai impor migas turun signifikan hingga 36,86 persen dibanding tahun sebelumnya menjadi $2,34 miliar sehingga perdagangan impor pun ikut turun 22,33 persen.
Nilai surplus April ini merupakan capaian surplus terendah diraih oleh pemerintahan Joko Widodo dibanding tiga bulan sebelumnya yang sebetulnya sudah menunjukkan tren membaik.
Grafik Surplus/(Defisit) Neraca Perdagangan
Sumber: Bareksa
Kondisi ini diperkirakan terjadi karena terus merosotnya harga jual komoditas-komoditas unggulan Indonesia seperti batu bara, bahan mineral, dan juga minyak kelapa sawit. Penurunan harga komoditas itu tidak terlepas juga dari rendahnya permintaan global, khususnya dari China dan India yang menjadi pasar utama Indonesia.
BPS mencatat ekspor hasil tambang anjlok hingga 11,73 persen sehingga ekspor non-migas pun ikut terseret turun menjadi $11,63 miliar. Tidak hanya itu, penurunan ekstrim juga terjadi pada ekspor migas yang anjlok 44,56 persen menjadi $1,46 miliar dibanding tahun lalu.
Grafik Surplus/(Defisit) Neraca Perdagangan Minyak dan Gas (migas)
Sumber: Bareksa
Untuk kasus komoditas non-migas, mungkin pemerintah bisa berkilah bahwa kondisi saat ini terjadi lebih disebabkan oleh melemahnya permintaan pasar dan pemerintah tidak punya kemampuan mengubahnya. Tetapi, untuk sektor migas, peran pemerintah sepertinya belum maksimal untuk mendorong produksi migas di Indonesia.
Buktinya, ekspor migas Indonesia terus menurun sejak Juli 2012. Rumitnya perizinan untuk mencari sumber-sumber minyak dan gas (migas) baru menjadi penyebabnya.
"Perizinan eksplorasi migas (di Indonesia) kalah cepat dengan Afrika. Di sana jauh lebih mudah ditambah cadangannya masih banyak. Kalau di Indonesia sudah cadangan sedikit, perizinan atau regulasi susah," kata President Director dan CEO PT Sugih Energy Tbk, Andhika Anindyaguna dikutip dari tribunnews pada awal November lalu.
Perizinan untuk eksplorasi migas masih “menjlimet” karena ada 341 izin yang harus dipenuhi. "Tidak mudah mengurusi perizinan di sektor migas, terutama di daerah. Seringkali minta izin bupati atau gubernurnya permintaannya aneh-aneh. Kalau tidak diberi, izin tidak keluar," ujar Pengurus Indonesia Petroleum Association (IPA) yang juga Direktur Santos Indonesia, Meity dikutip dari Detik.com.