Bareksa.com - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno menyerahkan masalah penolakan tukar guling (transaksi swap) antara PT Dayamitra Telekomunikasi (Mitratel) dengan PT Tower Bersama Tbk (TBIG) oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) kepada dewan komisaris PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM).
"Soal Mitratel tidak disetujui, itu masalah korporasi. Lebih dilihat unsur strategisnya, apakah Mitratel itu harus dipegang oleh Telkom. Saya rasa itu harus ditanyakan kepada komisarisnya" kata Rini kepada Bareksa 28 April 2015.
Telkom baru saja menunjuk jajaran komisaris baru dalam rapat pemegang saham belum lama ini. Salah satu anggotanya Rinaldi Firmansyah yang pernah menjabat Dirut Telkom. (Baca juga: RUPS Telkom Ubah Susunan Komisaris, Bagikan Dividen Rp8,8T)
Sebelumnya Ketua Komisi VI DPR Ahmad Hafisz Tohir menyatakan parlemen tidak setuju transaksi tukar guling saham Mitratel dengan saham TBIG karena dinilai tidak transparan dan dapat merugikan negara hingga Rp7 triliun. Mitratel adalah anak usaha Telkom yang bergerak dalam penyediaan infrastruktur telekomunikasi, seperti menara (tower) dan base transceiver station (BTS).
Pada Oktober 2014, Tower Bersama mengumumkan rencana untuk membeli seluruh saham Mitratel melalui skema penukaran. Sebagai imbalannya, perusahaan milik Saratoga Grup itu menyerahkan 13,7 persen saham TBIG kepada Telkom dan membayar dana tunai hingga Rp 1,74 triliun kepada Telkom jika kinerja Mitratel mencapai persyaratan yang telah disetujui sebelumnya.
Sejak pengumuman itu harga saham TBIG meningkat 20 persen hingga di atas level Rp9.600 per saham dari sebelumnya masih di kisaran Rp8.000 per saham. Setelah DPR dan Rini menolak rencana tukar guling harga saham melorot 10,4 persen hanya dalam tiga hari perdagangan bursa berturut-turut.
Sumber: Bareksa.com
Bila transaksi tukar guling itu berhasil, TBIG berpotensi mendominasi bisnis menara telekomunikasi. Sentimen positif juga akan datang karena perkiraan pendapatan TBIG naik 65 persen pada akhir 2015.
Namun, transaksi tukar guling oleh TBIG terhadap Mitratel dirasa tidak adil oleh analis lembaga keuangan asing Credit Suisse dalam laporan yang telah disampaikan kepada nasabah. Akuisisi Mitratel akan meningkatkan 38,3 persen jumlah menara telekomunikasi (BTS) milik Tower Bersama, tetapi Telkom hanya memperoleh 13,7 persen saham.
Jika benar dibatalkan maka investor akan kembali fokus pada prospek pertumbuhan menara secara organik yang melambat. Pembatalan itu bisa menekan harga saham TBIG, tapi dampaknya kecil buat Telkom.
Kim Eng dalam riset yang telah disampaikan kepada nasabah berpendapat pembatalan transaksi tukar guling tidak berpengaruh besar bagi Telkom karena nilai penjualan Mitratel hanya berdampak 2 persen terhadap laba TLKM. Tetapi Kim Eng juga memberi catatan bahwa perjanjian pembelian Mitratel oleh TBIG akan berakhir Juni tahun ini, tapi masih bisa diperpanjang.
"Sentimen negatif justru datang lebih besar kepada TBIG dibanding TLKM. Pasalnya, sentimen harga saham TLKM lebih netral sebagai akibat dari rencana tukar guling yang diumumkan sejak Oktober 2014," tulis riset Kim Eng.
* Laporan tambahan dari Suhendra