Berita / / Artikel

Serapan APBN-P Masih Minim; Peningkatan Harga Saham Konstruksi Terlalu Awal?

• 09 Apr 2015

an image
Pekerja PT Adhi Karya (Persero) Tbk tengah mengerjakan proyek struktur beton proyek konstruksi gudang suku cadang / New Spare Part Centre PT Astra Honda Motor di kawasan industri Indo Taisei – Bukit Indah, Karawang, Jawa Barat (26/03). ANTARA FOTO/HO

Rata-rata peningkatan harga saham konstruksi BUMN sebesar 40% sejak Jokowi Dilantik

Bareksa.com - Realisasi belanja pemerintah di kuartal pertama tahun ini baru mencapai 18 persen dari total yang ditetapkan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara perubahan (APBN-P) 2015. Masih rendahnya serapan anggaran tentunya berdampak pada kinerja kuartal pertama emiten-emiten terkait pembangunan infrastruktur.  

Menteri Koordinator Perekonomian Sofyan Djalil mengatakan bahwa belanja pemerintah kuartal satu masih didominasi oleh belanja rutin, sedangkan belanja infrastruktur masih sepi. "Realisasi anggaran infrastruktur biasanya memang baru terserap setelah kuartal pertama. Hal ini disebabkan karena tender proyek baru dilakukan pada kisaran bulan Maret sampai dengan April," katanya  

Namun, masih minimnya serapan anggaran infrastruktur ini berbanding terbalik dengan peningkatan harga saham sejumlah emiten konstruksi BUMN seperti WSKT dan PTPP.  Harga saham perusahaan-perusahaan tersebut sudah mengalami peningkatan sejak lama. Hal ini menunjukan bahwa peningkatan harga saham perusahaan hanya didorong oleh sentimen pasar.

Sektor konstruksi diuntungkan sejak awal pemerintahan Joko Widodo dengan fokus yang akan memprioritaskan pembangunan infrastruktur dan maritim. Selanjutnya, suntikan dana yang diberikan melalui penyertaan modal pemerintah (PMN) kepada sejumlah BUMN semakin memperkuat laju harga saham. Berikut ini grafik yang menunjukan dorongan sentimen terhadap pergerakan harga saham konstruksi BUMN:

Grafik Pertumbuhan Harga Saham Konstruksi BUMN

Sumber: Bareksa.com 

Sejak pelantikan Presiden Joko Widodo pada 20 Oktober 2014 sampai dengan akhir kuartal pertama 2015, rata-rata peningkatan harga saham emiten konstruksi BUMN mencapai 40 persen, dimana peningkatan tertinggi terjadi pada saham WSKT sebesar 84 persen. Padahal, rata-rata peningkatan laba bersih tahun 2014 keempat perusahaan tersebut hanya 13 persen. PT Adhi Karya Tbk (ADHI) bahkan mengalami penurunan laba tahun 2014 sebesar 20 persen dari perolehan tahun sebelumnya. Hal ini menyebabkan harga saham ADHI terlihat lebih tertekan dibandingkan emiten konstruksi lainnya.  

Secara valuasi, rata-rata rasio price to earning (PE) keempat perusahaan tersebut sudah cukup tinggi yaitu sebesar 29,6 kali, meningkat dari rata-rata PE di periode yang sama di tahun sebelumnya hanya sebesar 21,2 kali. Peningkatan PE tertinggi terjadi pada saham WSKT menjadi 33,33 kali dari sebelumnya 20,78 kali diikuti WIKA yang menjadi 34 kali dari sebelumnya 27 kali.

Tabel PE Emiten Konstruksi BUMN

Sumber: Bareksa.com

Walaupun terbilang mahal secara valuasi, saham-saham ini masih menunjukan potensi untuk terus meningkat. Hal tersebut didorong optimisme Basuki Hadimuljono, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), untuk merealisasikan keseluruhan lelang paket pekerjaan infrastruktur di Kementerian PUPR senilai Rp94 triliun pada akhir April atau pertengahan Mei. Selain itu, Wakil Presiden Jusuf Kalla juga memerintahkan kepada penyedia jasa konstruksi untuk segera memulai proses pembangunan menyusul telah ditendernya 72% paket pekerjaan infrastruktur. (hm)

Tags: