Bareksa.com – Rencana pemerintah terkait pungutan CPO Support Fund (CSF) sebesar $50 per ton bagi ekspor kelapa sawit (CPO) dan $30 per ton bagi produk turunannnya dinilai akan semakin membebani pelaku usaha industri CPO yang berbasis ekspor.
Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) yang beranggotakan 622 perkebunan dan 21 anggota di pusat mengatakan masih menunggu rincian peraturan yang katanya akan mulai berlaku pekan ini.
“Kami belum bisa komentar karena masih menunggu peraturan teknis, karena ini agak baru buat kami. Tetapi poinnya, penerapan kebijakan ini akan memberatkan perusahaan sawit. Terlebih, dengan harga CPO sekarang yang rendah malah dikenakan lagi beban-beban bea yang lain,” ujar Juru Bicara Gapki Tofan Mahdi kepada Bareksa.
Berdasarkan data Bareksa, harga CPO internasional per tanggal 2 April diperdagangkan RM2.166 per ton di Bursa Malaysia atau turun 8,73 persen dari harga pada sebulan sebelumnya.
Grafik Harga Jual CPO di Bursa Malaysia
Sumber: Bareksa
Pendapat serupa juga diungkapkan Analis CIMB Securities Ivy NG Lee Fang. Dalam laporan yang telah dibagikan kepada nasabahnya pada 5 April, Ivy menilai kebijakan ini secara jangka pendek akan memberikan dampak negatif bagi industri CPO tanah air.
Alasannya, kebijakan tersebut membuat produsen CPO hanya mendapatkan bagian $575 per ton atau $50 lebih rendah dari harga jual internasional yang setara dengan $625 per ton saat ini. Jadi, keuntungan perusahaan CPO yang mengekspor produknya akan berkurang.
"Namun, kebijakan ini malah menjadi keuntungan bagi perusahaan biodiesel karena dana CSF dibentuk sebagai subsidi untuk menutup selisih harga pembelian Bahan Bakar Nabati (BBN) domestik yang lebih tinggi dibandingkan harga produk sejenis di pasar Singapura (MOPS). Efeknya, margin yang diperoleh perusahaan produsen biodiesel semakin lebih tinggi," kata Ivy dalam laporan tersebut.
Dengan kebijakan ini, Ivy memperkirakan pemerintah berpotensi mendapatkan dana sebesar $885 juta dengan asumsi Indonesia mampu mengekspor 72 persen dari target ekspor yang sebanyak 32,5 juta ton. Di saat yang sama, sekitar 40 persen perolehan ekspor didapat dari CPO dan 60 persen lainnya dari produk olahan CPO. Dengan dana tersebut, nantinya pemerintah diperkirakan dapat mendanai subsidi sekitar 2,5 juta ton biodiesel dengan nilai subsidi Rp4.000 per liternya.
Meski berdampak negatif bagi jangka pendek, tetapi Ivy yakin kebijakan ini akan berdampak positif bagi harga CPO dalam jangka panjang jika kebijakan ini berhasil diterapkan. Hal itu karena akan mendorong industri biodiesel di dalam negeri dan imbasnya kepada penggunaan CPO sebagai bahan baku biodiesel juga meningkat.
Penerapan aturan baru ini telah menjadi sentimen yang menekan harga saham para produsen kelapa sawit pada saat dimunculkan dua pekan lalu. (Baca juga: Pemerintah Kaji Aturan Baru Bea Keluar CPO, Saham Perkebunan Jeblok) (hm)