Faisal Basri: Ketidakpastian Kontrak Migas Ganggu Kinerja

Bareksa • 02 Apr 2015

an image
Faisal Basri, ekonom senior dan Ketua Tim Reformasi Tata Kelola Migas RI di Jakarta, 25 November 2014 (Bareksa/S.A. Wahyu)

17 kontrak kerja sama (KKS) migas akan berakhir 2019.

Bareksa.com - Tim Reformasi Tata Kelola Migas (TRTKM) menilai ketidakpastian peralihan pengusahaan wilayah kerja yang akan habis masa kontraknya dapat mengganggu kinerja. Pasalnya, hingga saat ini belum ada kebijakan pasti yang mengatur hal ini.

Ketua TRTKM, Faisal Basri, mengatakan dalam beberapa tahun ke depan, masa berlaku kontrak Migas untuk beberapa wilayah kerja akan habis. Sementara itu, ada hak istimewa (privilege) kepada Pertamina untuk mengajukan penawaran untuk mengusahakan wilayah kerja yang bersangkutan.

Di sisi lain, badan usaha milik daerah (BUMD) juga memiliki hak dalam pengusahaan sektor hulu Migas secara langsung. Namun, tidak diimbangi oleh kemampuan teknis dan keuangan BUMD dan sering kali dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu untuk mendapat rente dari sektor Migas.

"Pengalihan hak kontrak pengusahaan Wilayah Kerja Migas seyogyanya tidak mengganggu kinerja dan operasional usaha Migas pada wilayah bersangkutan, termasuk menjaga kesinambungan pemanfaatan sumber daya produksi termasuk sumber daya manusia," katanya dalam siaran pers 1 April 2015.

Berdasarkan data Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Migas (SKK Migas), hingga saat pemerintahan Presiden Joko Widodo selesai yaitu pada 2019, ada 17 kontrak kerja sama (KKS) migas yang akan berakhir. Dari 17 kontrak tersebut, hanya dua yang sudah pasti diperpanjang.

Daftar Kontrak Kerja Sama Migas yang Segera Berakhir


Sumber: SKK Migas, diolah Bareksa

Faisal pun mengatakan peran Pertamina di dalam negeri perlu ditingkatkan tanpa mengorbankan profesionalisme usaha hulu migas. Di saat yang sama, BUMD juga berhak mendapat manfaat optimal dengan keterlibatan secara langsung di sektor hulu migas.

Menurutnya, sesuai dengan amanat perundangan (PP No. 35/2004), Pertamina perlu didorong untuk untuk mengambil alih pengusahaan Wilayah Kerja Migas yang habis masa kontraknya.

"Hal ini dilakukan dengan menyertakan Pertamina pada pengusahaan Wilayah Kerja bersangkutan selama minimal dua tahun sebelum berakhirnya masa kontrak," katanya.

Di saat yang sama, Pertamina juga berwenang untuk menyertakan kontraktor lama pada masa pengelolaan kontrak yang baru. Pengusahaan oleh kontraktor lama pada Wilayah Kerja Migas tersebut dapat ditukar dengan hak Pertamina untuk melakukan eksplorasi dan eksploitasi Migas di negara lain.

Berkaitan dengan hak pemerintah daerah, participating interest harus dipastikan ada untuk BUMD. Untuk itu, Faisal mengatakan perlu disusun aturan berkaitan dengan kewajiban kerja sama BUMD dengan Pertamina dalam pengusahaan sektor hulu migas tanpa membebani anggaran daerah dengan mengeluarkan biaya investasi dan risiko kerugian.

Dia pun menyarankan dalam jangka panjang, perlu dipertimbangkan untuk menata kembali skema pembagian pendapatan negara dari sektor hulu Migas kepada Daerah, sehingga daerah dapat memperoleh pendapatan yang lebih pasti dan adil.

"Misalnya bagian Daerah diambil dari First Tranche Petroleum (FTP) atau dengan skema pembagian royalty," katanya.(al)