Imbas Miras Dilarang, Harga Saham MLBI & DLTA Turun Diatas 15 Persen

Bareksa • 16 Mar 2015

an image
Sejumlah minuman berjajar di dekat stiker pemberitahuan pembelian alkohol hanya untuk di bawa pulang di salah satu minimarket di Jakarta, Jumat (20/2). Kementerian Perdagangan telah melarang peredaran minum beralkohol kadar lima persen di minimarket tertuang dalam Permendag 06/M-DAG/PER/1/2015 yang mulai efektif pertengahan April 2015. ANTARA FOTO/

Omzet Minimarket di Bali Bisa Jatuh Hingga 20 persen.

Bareksa.com - Aturan baru yang melarang penjualan minuman beralkohol di minimarket dinilai akan merugikan, tidak hanya bagi produsen tetapi juga bagi peritel. Diperkirakan, ada sekitar 21.000 minimarket yang akan terdampak permendag dengan nomor 06/M-DAG/PER/1/2015 ini.

Sebelumnya, Menteri Perdagangan Rahmat Gobel mengatakan peraturan ini akan efektif mulai 16 April 2015. Pemerintah memberikan waktu selama tiga bulan untuk menghabiskan stok yang ada di peritel.

Emiten produsen minuman keras menjadi salah satu korban dari kebijakan ini. Harga saham dua produsen bir yang tercatat di bursa anjlok sejak pengumuman larangan penjualan minuman beralkohol di minimarket. 

Berdasarkan data Bareksa, setelah Menteri Perdagangan Rahmat Gobel menerbitkan peraturan itu pada 28 Januari 2015, saham PT Multi Bintang Indonesia Tbk (MLBI) telah turun 16 persen menjadi Rp9.900 pada 13 Maret 2015. Di saat yang sama, PT Delta Djakarta Tbk (DLTA) juga sudah merosot 25,22 persen menjadi Rp268.000 pada akhir pekan lalu. 

Multi Bintang yang memproduksi bir bermerek Heineken dan minuman ringan Green Sands enggan berkomentar mengenai hal ini.

"Kami belum bisa menjawab pertanyaan ataupun memberi pernyataan terhadap hal terkait," tulis manajemen perusahaan terafiliasi produsen bir asal Jerman itu melalui e-mail. 

Sementara itu, Delta Djakarta, produsen bir merek Anker yang 23 persen sahamnya dipegang oleh Pemerintah Provinsi Jakarta, juga menolak memberikan komentar. 

"Saya belum bisa berkomentar," ujar Corporate Secretary DLTA Alan De Vera Fernandez ketika dihubungi oleh Bareksa 16 Maret 2015. 

Tutum Rahanta, Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), mengatakan keberatan dengan keputusan yang diambil oleh pemerintah tersebut karena dapat memberi dampak pada industrinya. 

"Kita tetap sampaikan dalam pengambilan kebijakan pemerintah sebaiknya jangan mendadak karena ini akan menyangkut kelangsungan bisnis termasuk omzet dari industri," ujarnya ketika dihubungi Bareksa.com, Senin 16 Maret 2015.

Menurutnya, pengambilan keputusan untuk melarang distribusi minuman keras di minimarket seluruh daerah di Indonesia tersebut tidak dibicarakan dulu dengan pelaku industri. Padahal, dampak kebijakan tersebut dapat merugikan di suatu tempat meski tidak berpengaruh di tempat lain. 

Dia menjelaskan, memang sudah ada sejumlah wilayah di Indonesia yang melarang penjualan minuman alkohol sama sekali seperti Nanggroe Aceh Darussalam. Namun, di sisi lain, penjualan minuman beralkohol di daerah wisata seperti Bali dapat berpengaruh cukup besar. 

"Di Bali, minuman beralkohol dapat mencakup 20 persen dari total minuman yang dijual secara ritel," katanya. 

Meskipun demikian, di Jakarta, minuman keras hanya berkontribusi 2 hingga 3 persen saja kepada penjualan minuman melalui ritel. Dia mengatakan bahwa di Jakarta tidak ada produk yang dominan. (al)