Bareksa.com – Grup Lippo baru saja meluncurkan toko di dunia maya bernama MatahariMall.com yang diklaim dapat meraup omzet hingga $1 miliar. Sejumlah analis pasar modal memberikan respon positif terhadap rencana ini.
Konsep jual beli melalui internet, atau yang biasa disebut dengan e-commerce ini, dilakukan dengan menggaet peritel PT Matahari Departement Store Tbk (LPPF) untuk memberi pasokan barang di MatahariMall. Peritel yang sudah memiliki ratusan gerai fisik bernama Matahari di seluruh Indonesia tersebut juga merupakan anak usaha grup Lippo.
“Kami mengalokasikan $500 juta untuk mengembangkan bisnis ini,” ungkap John Riady, perwakilan grup Lippo dalam peluncuran MatahariMall.com, Rabu, 25 Februari 2015.
Tidak tanggung-tanggung, bahkan John menargetkan bisnis e-commerce tersebut akan memiliki omzet hingga $1 miliar.
Dalam laporan riset yang disampaikan kepada nasabah, analis sektor konsumsi Maybank Kim Eng Securities, Janni Asman menilai bisnis e-commerce memiliki potensi pertumbuhan yang tinggi ditengah peningkatan pendapatan masyarakat kelas menengah. Langkah yang diambil grup Lippo juga akan meningkatkan risiko kompetisi bagi pemain ritel konvensional.
Namun ada beberapa tantangan yang harus dihadapi oleh para pemain e-commerce, Janni menyebut salah satunya adalah infrastruktur teknologi. Saat ini mayoritas konsumen belanja online mayoritas berasal dari media sosial seperti Facebook, Instagram serta melalu grup obrolan (chatting).
Sementara itu, dalam riset Deutsche Bank yang disampaikan kepada nasabah juga menyebut bahwa strategi e-commerce yang diambil grup Lippo akan menjadi tren bisnis yang dalam lima tahun ke depan pertumbuhannya akan berpuluh-puluh kali lipat.
Deutsche Bank juga menyebut MatahariMall.com akan memberikan tambahan pertumbuhan bagi bisnis ritel Lippo yang lain seperti PT Matahari Putra Prima Tbk (MPPA) yang mengoperasikan gerai Hypermart dan PT Multipolar Tbk (MLPL) yang merupakan perusahaan holding di sektor ritel.
Tidak hanya grup Lippo yang masuk dengan strategi e-commerce, PT Mitra Adiperkasa Tbk (MAPI) melalui planetsports.net dan PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk (AMRT) melalui alfaonline.com telah lebih dulu masuk ke bisnis ini.
Rendahnya penetrasi internet di Indonesia bisa menjadi peluang dan tantangan bagi industri e-commerce. Berdasarkan data PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk, pada tahun 2013, penetrasi internet di Indonesia hanya 22 persen, lebih kecil dibandingkan dengan Malaysia yang sudah mencapai 61 persen dan China 40 persen. Indonesia bahkan kalah dibandingkan Thailand, Filipina dan Vietnam yang mencatat penetrasi internet sudah di atas 30 persen.
Grafik Perbandingan Penetrasi Internet Negara Asia
Sumber: Bareksa.com
Namun, ada hal menarik dalam survei sektor konsumsi Credit Suisse mengenai Indonesia yang dipublikasikan pada 9 Februari lalu. Survei itu menyebut bahwa pengeluaran untuk membeli smartphone dan akses internet meningkat signifikan pada tahun ini.
Credit Suisse bertanya kepada 1.531 responden yang berasal dari 10 kota besar di Indonesia. Pada akhir tahun 2014, responden yang berencana untuk membeli smartphone naik menjadi 24 persen dari total responden dibanding tahun sebelumnya yang hanya 14 persen.
Dan 78 persen dari responden mengatakan bahwa mereka lebih banyak menggunakan akses internet melalui smartphone. Hal ini menunjukan bahwa potensi kenaikan pengguna internet yang akan menopang bisnis e-commerce ke depannya. (hm)
Matriks Survei Credit Suisse Terhadap Pengeluaran Responden Periode 2014
Sumber: Laporan Survei Credit Suisse 2015