Bareksa.com - Perusahaan pelat merah PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) mengumumkan kenaikan aset menjadi Rp855 triliun per Desember 2014. Angka tersebut menegaskan kehadiran BMRI bank dengan aset terbesar di Indonesia.
Di saat yang sama, nilai ekuitas atau modal mencapai Rp104 triliun. Ini merupakan kali pertama nilai ekuitas dan modal menembus level psikologis Rp100 triliun.
Tahun lalu posisinya masih berada di angka Rp89 triliun. Dengan bermodalkan aset dan ekuitas besar tersebut, Bank Mandiri bermimpi untuk go international dan bersaing dengan bank-bank regional.
Tetapi mampukah Mandiri menghadapi raksasa perbankan lainnya di Asia Tenggara?
Bareksa mencoba memetakan kekuatan perbankan di tingkat regional ASEAN. Berdasarkan data Bloomberg, bank yang paling perkasa di ASEAN adalah bank asal Singapura, DBS Group.
DBS menduduki posisi tersebut dengan nilai ekuitas $30,35 miliar. Adapun peringkat kedua dan ketiga diduduki oleh OCBC Bank dan United Overseas Bank (UOB) dengan nilai ekuitas masing masing $25,8 miliar dan $22,6 miliar.
Tabel Peringkat Bank Terbesar ASEAN Berdasarkan Modal
Sumber: Bloomberg
Bank Mandiri pun hanya berada di urutan ke 10 dengan ekuitas $8,13 miliar. Bahkan, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) tidak masuk dalam daftar top ten tersebut karena hanya memiliki ekuitas sebesar $7,86 miliar.
Sempat digemborkan bahwa penambahan modal dengan rights issue merupakan salah satu jalan untuk mencapai target menjadi salah satu bank terbesar di ASEAN. Ada rencana BMRI akan meraup dana hingga Rp9 triliun dalam rights issue sebelum hal itu akhirnya dimentahkan oleh parlemen.
Direktur Utama Bank Mandiri, Budi Gunadi Sadikin, mengatakan pihaknya pasti bisa menjadi bank yang memenuhi kualifikasi Asean (qualified Asean bank) pada 2020. Namun, hingga saat ini kriteria yang diberikan masih belum jelas. Pasalnya masih ada diskusi diantara bank sentral di area regional.
"Berdasarkan yang saya sudah dengar, salah satu kriterianya adalah minimum modal Rp100 triliun. Kita sudah memenuhi ini. Kita akan lihat dari sisi mana tergantung kriterianya," ujarnya dalam paparan kinerja di Jakarta 11 Februari 2015.
Berkenaan dengan ambisi menjadikan BMRI sebagai salah satu bank terkuat di ASEAN, Direktur Syailendra Capital, Jos Parengkuan, mengatakan penambahan modal dari rights issue yang rencananya sekitar Rp9 triliun itu tidak cukup.
"Kalau mau jadi terkuat di ASEAN, harus menggabungkan aset, tidak hanya mengandalkan pertumbuhan kredit dan deposito," ujarnya ketika dihubungi Bareksa.com.
Senada, Kiswoyo Adi Joe, Analis Investa Sarana Mandiri, mengatakan nilai rights issue yang direncanakan tersebut belum cukup besar untuk menaikkan peringkat BMRI menjadi bank terbesar regional.
"Bila memang BMRI ditargetkan untuk menjadi salah satu bank terbesar ASEAN, suntikan modalnya harus besar, ekuitasnya harus dua kali lipat dari yang sekarang," katanya.
Di samping rights issue, Jos menilai Bank Mandiri memiliki banyak cara lain untuk mendukung pendanaan seperti penerbitan obligasi dan subdebt yang dapat menguatkan CAR. Namun, jumlah penerbitan utang pasti ada batasnya dan yang ideal tetap dari ekuitas.
"Kalau rights issue cuma Rp9 triliun hanya bisa beli bank kecil. Ada cara lain yaitu share swap yang bisa menggabungkan aset BMRI dengan bank besar lainnya,"
Sebelumnya, sempat muncul wacana untuk merger BMRI dengan PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI). Penggabungan ini dinilai positif untuk menjadikan bank nasional besar dan solid di tingkat regional.
"Itu sudah menjadi roadmap pemerintah. Dari segi efiseinsi, penggabungan BNI dengan Mandiri masuk akal untuk mendapat pertumbuhan yang besar dan solid," ujarnya.
Masalahnya, penggabungan tersebut akan mendapat kendala di proses pelaksanaan karena tidak mudah untuk menggabungkan dua bank yang sudah mapan dan besar.
"Bukan soal komersil saja, masalah pelaksanaan juga harus dipertimbangkan. Konsepnya bagus, tapi tidak gampang dilaksanakan," katanya.(al)