Pasang Surut Saham BII-Maybank di Tengah Lilitan Kredit Macet Rp650 M

Bareksa • 08 Jan 2015

an image
Presiden Direktur PT Bank Internasional Indonesia Tbk (BII) berbincang dengan Perwakilan Gereja Katedral dan Sekretaris Badan Pelaksana Masjid Istiqlal usai memberikan plakat penghargaan atas dukungan pemeliharaan kebersihan. (ANTARA FOTO/ho/Adi/ama)

Setahun terakhir harga saham PT Bank Internasional Indonesia (BNII) anjlok 32,79%.

Bareksa.com - Setahun terakhir, harga saham PT Bank Internasional Indonesia (BNII) ternyata anjlok 32,79 persen. Ini terkait dengan penurunan laba perusahaan pada periode sembilan bulan pertama 2014. Padahal, pada kurun waktu yang sama, indeks saham sektor perbankan justru melonjak 38,34 persen.

Harga saham bank yang kini disebut BII-Maybank itu merosot tajam sejak merilis laporan keuangan September 2014. Isinya menunjukkan bahwa sepanjang sembilan bulan pertama di tahun 2014 laba BNII anjlok 69,1 persen menjadi Rp340 miliar, dibandingkan periode sama tahun sebelumnya yang Rp1,09 triliun. Ini disebabkan naiknya secara signifikan beban provisi -- beban penyisihan atas kredit bermasalah -- sebesar 151,5 persen menjadi Rp1,46 triliun.

Lonjakan kredit bermasalah BNII tercermin dari peningkatan rasio non-performing loan (NPL) secara netto menjadi 1,79 persen per September 2014, naik dari level 1,02 persen pada periode yang sama di tahun sebelumnya. (Baca juga: Kredit Rp650 M Macet, BII-Maybank Gugat Pailit PT Dhiva)

Grafik: Pergerakan Harga Saham BNII

Sumber: Bareksa.com

Secara historis, selama empat tahun -- sejak awal 2003 sampai awal 2007 -- saham BNII menunjukkan peningkatan harga hampir 5 kali lipat; dari Rp45 menjadi Rp245. Pada periode itu kepemilikan BNII dikontrol konsorsium Sorak Finansial yang dipimpin Tamasek Holding dari Singapura, setelah membeli saham BNII dari Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).

Pada tahun 2008, harga saham BNII bahkan sempat menyentuh kisaran Rp400 begitu diakuisisi Maybank, bank asal Malaysia. Namun, setelah itu harga saham BNII terus menurun -- antara lain akibat hantaman krisis global.

Di 2009 BNII menderita kerugian sebesar Rp40 miliar. Padahal, di tahun sebelumnya bank ini masih mencatatkan laba sebesar Rp480 miliar. Akibatnya, harga saham mengalami tekanan lebih dari 30 persen -- dari kisaran Rp400 di awal 2009 menjadi Rp250 di awal 2010.

Tahun 2010 BNII kembali bangkit dan mampu mencatatkan laba Rp460 miliar. Perbaikan kinerja yang sudah terlihat sejak kuartal III 2010 membuat harga saham melonjak hingga menyentuh rekor tertinggi di level Rp1.010 pada tanggal 9 Desember 2010. Meroketnya harga saham sebesar 155,7 persen ini -- terjadi pada kurun waktu 8 November sampai 9 Desember 2010 -- membuat saham BNII disuspen Bursa Efek Indonesia.

Grafik: Pergerakan Saham BII

sumber:bareksa,com

Sejak itu, harga saham BII kembali terus melorot meski kinerja keuangan BII-Maybank sepanjang 2010-2013 membaik, menunjukkan ada peningkatan laba yang lebih tinggi.

Grafik: Laba Bersih BII-Maybank (Rp Miliar)

Sumber: Bareksa.com

Sayang, gelombang pasang itu tak bertahan lama.

Tahun lalu, BNII kembali menghadapi masalah. Dililit lonjakan kredit bermasalah, beban provisi mau tak mau membengkak. Buntutnya, laba bersih kembali tergerus.

Saham BNII pada perdagangan Rabu kemarin, 7 Januari 2014, ditutup di harga Rp207 per saham, naik 0,9 persen dibandingkan periode sebelumnya. (kd)