Pembangunan Smelter $2M Tunggu Perizinan, Bagaimana Kinerja INCO 2015?

Bareksa • 06 Jan 2015

an image
Workers walk along a pathway at the nickel smelter of PT Vale Tbk, near Sorowako (REUTERS/Yusuf Ahmad)

Harga nikel tertekan, target pendapatan INCO diproyeksi turun 27,5%

Bareksa.com - Perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan berlomba-lomba untuk membangun Smelter atau pabrik pemurnian mineral. Hal tersebut dilakukan agar produk yang dijual memiliki nilai tambah dan dapat di ekspor sehingga memberi keuntungan lebih bagi perusahaan.

Salah Satu emiten yang akan melakukan ekspansi Smelter adalah PT Vale Indonesia Tbk (INCO). Saat dikonfirmasi langsung oleh Bareksa, Mufi, salah satu staff Bidang Komunikasi PT Vale Indonesia Tbk pada Senin, 5 Januari 2014, mengatakan perseroan akan melakukan ekspansi Smelter di Sorowako dan Bahodopi yang sebelumnya tidak di sebutkan dalam riset.

Selain itu, Ekspansi di kedua tampat tersebut juga masih menunggu perizinan dari pemerintah. Dalam konfirmasi, disebutkan bahwa salah satu dari kedua proyek smelter yang akan dikerjakan INCO memiliki nilai sebesar $2 miliar.

Dalam kesempatan yang berbeda, Ratih Amri, Sekertaris Korporasi INCO juga mengatakan bahwa proyek smelter sampai saat ini masih menunggu proses perizinan dari pemerintah. Hal ini menunjukan bahwa peningkatan produksi INCO akan bergerak terbatas di tahun 2015 mendatang.

Lalu bagaimana perkiraan kinerja INCO di 2015?

Sebagai perusahaan pertambangan, kinerja INCO masih akan tergantung dari perubahan harga komoditas dunia. Dalam riset Maybank Kim Eng yang sudah di publikasikan kepada nasabah, diperkirakan harga nikel sebagai komoditi andalan INCO masih akan mengalami tekanan sampai kuartal kedua tahun 2015.

Ini terjadi karena surplus persediaan nikel sebesar 71.000 ton di akhir tahun 2014. Dengan persediaan yang tinggi, harga nikel akan berada pada kisaran yang rendah.  

Lemahnya harga membuat Kim Eng menurunkan target pendapatan INCO di 2015 sebesar 27,5 persen menjadi $246 miliar. Namun penurunan pendapatan tahun ini akan berbarengan dengan penurunan biaya produksi yang didorong dengan rendahnya harga minyak dunia.

Dalam riset disebutkan bahan bakar memberi kontribusi sebesar 30 persen dari total biaya produksi perseroan. Sehingga diperkirakan setiap lima persen penurunan harga minyak akan meningkatkan laba INCO sebesar 2,8 persen.

Kemudian untuk akhir tahun 2015, Kim Eng memproyeksikan akan terjadi defisit persediaan nikel sebesar 62.000 ton. Hal tersebut terjadi karena peroyeksi penurunan produksi China sebesar 27,3 persen dan pertumbuhan permintaan sebesar 4,6 persen di tahun ini.

Hal tersebut diyakini akan mendongkrak harga nikel sehingga kinerja INCO akan membaik di pada akhir 2015 sampai dengan tahun 2016 mendatang.(al)