Bareksa.com - Lonjakan produksi Shale Gas Amerika membuat sejumlah negara produsen minyak ketar-ketir. Di tengah kondisi tesebut, Arab Saudi sebagai ketua OPEC justru tidak memiliki niat untuk mengurangi produksi sehingga ketersediaan minyak semakin melimpah.
Melimpahnya pasokan dan berkurangnya permintaan menyebabkan harga minyak anjlok dari kisaran $90 menjadi di bawah $60 per barel di bulan Desember ini. Keputusan OPEC tentunya sangat mengejutkan dunia dan menimbulkan krisis di negara-negara net eksportir yang mengandalkan minyak sebagai tulang punggung anggarannya.
Mengutip kolom Bloomberg View yang ditulis oleh A. Gary Shilling, sebagian besar negara-negara eksportir minyak butuh setidaknya $100 per barel untuk membiayai anggaran belanja negara mereka.
Dengan harga minyak mentah yang saat ini di kisaran $60 per barel, maka sejumlah negara eksportir akan memotong anggaran, bahkan beberapa sudah mengalami krisis karena mengalami kejatuhan kurs. Rusia adalah contoh yang paling nyata dalam krisis ini.
Menurut data U.S Energy Information Administration (EIA), Rusia merupakan salah satu produsen minyak terbesar duni yang sampai tahun 2012 menghasilkan sebanyak 10,40 juta barel per hari. Sementrara itu konsumsi dalam negeri hanya 3,9 juta barel per hari. Sisanya sebesar 7 juta barel dilempar ke pasar ekspor untuk mendanai 42 persen pengeluaran pemerintah Rusia.
Ketergantungan akan ekspor minyak serta sanksi dari Uni Eropa dan Amerika kepada Rusia terkait masalah Ukraina, membuat Rubel jatuh sekitar 80 persen secara year-to-date. Anjloknya kurs membuat Bank Central Rusia meningkatkan suku bunga menjadi 17 persen dari sebelumnya 10,5 persen.
Grafik. Negara Produsen Minyak
sumber:U.S Energy Information Administration (diolah)
Hal serupa juga terjadi di beberapa negara net eksportir seperti Venezuela dan Nigeria. Data terakhir yang di publikasikan EIA, Venezuela merupakan negara net eksportir minyak peringkat ke sembilan dunia dengan estimasi ekspor sebesar 1,7 juta barel per hari. Nilai tersebut memberikan kontribusi sebesar 65 persen dari total pendapatan pemerintah.
Mengutip CNN Indonesia, penurunan harga minyak membuat pemerintah Venezuela yang baru setahun dipimpin oleh Nicolas Maduro memotong dengan cara memangkas gaji pejabat negara.
Nigeria mendapatkan 80 persen pendapatan negaranya dari ekspor minyak. Besarnya ketergantungan akan ekspor minyak membuat nilai tukar Naira --mata uang Nigeria-- mengalami penurunan sampai 11 persen terhadap dolar Amerika.
Bagi Indonesia sebagai net importir, tentunya penurunan harga minyak memberikan banyak keuntungan. Murahnya minyak dapat mendukung program pemerintah yang sebelumnya melakukan pemotongan subsidi. Namun di sisi lain, Indonesia juga perlu mewaspadai penurunan harga komoditas andalan seperti batubara dan CPO yang ikut terseret oleh laju pelemahan si emas hitam.(al)