Bareksa.com - Dwi Soetjipto, mantan Direktur Utama PT Semen Indonesia Tbk (SMGR), diangkat sebagai direktur utama perusahaan minyak dan gas bumi milik negara PT Pertamina (Persero), Jumat 28 November lalu.
Menteri Negara ESDM Sudirman Said mengungkapkan di siaran pers, Dwi dipilih berdasarkan kompetensi serta integritasnya, “Kami memilih Direktur Utama Pertamina ada filosofinya. Kami cari orang yang tidak memiliki konflik kepentingan untuk diri sendiri dan kelompoknya.”
Sudirman menambahkan pemerintah memilih orang yang dinilai bisa membawa Pertamina menjadi pemain global. "Untuk periode ini sudah clear, tidak ada agenda titipan.”
Diragukan sementara kalangan bakal mengkilap memimpin Pertamina karena tak memiliki pengalaman di bidang migas, bagaimana sebetulnya kinerja Dwi? Berikut rekam jejaknya ketika menakhodai Semen Indonesia, menurut data Bareksa.com.
Dwi mengawali karir di Semen Indonesia dari bawah. Pada tahun 1981 dia bergabung dengan Semen Padang hingga tahun 1990 diangkat menjadi Kepala Departemen Litbang di perusahaan ini.
Tertera di laporan tahunan 2013, karir Dwi terus meroket. Dia diangkat menjadi Direktur Utama Semen Padang di tahun 2003 dan ditetapkan sebagai Direktur Utama Semen Indonesia pada tahun 2005.
Di bawah kepemimpinan Dwi, Semen Indonesia (SMGR) berhasil membawa semen nasional bertahan di posisi sebagai pemimpin pasar domestik. Hal itu tidak lepas dari peningkatan kapasitas produksi dan volume penjualan Semen Indonesia.
Grafik: Perbandingan Pangsa Pasar Semen Indonesia 2012-2013
Sumber: Semen Indonesia, diolah Bareksa.com
Di bawah koordinasi Dwi, Semen Indonesia mengambil langkah-langkah mitigasi untuk mengatasi risiko kapasitas produksi di tengah meningkatnya konsumsi masyarakat. Aksi Dwi paling berani adalah mengakuisisi 70 persen saham perusahaan semen di Vietnam, Thang Long Cement Company — yang memiliki kapasitas produksi 2,3 juta ton — pada akhir tahun 2013 senilai $157 juta.
Dengan akuisisi tersebut, kapasitas produksi pabrik Semen Indonesia naik menjadi 30 juta ton per tahun atau meningkat 66,67 persen dibandingkan tahun 2008 sebesar 18 juta ton. Secara tahunan, kapasitas produksi meningkat 10,8 persen per tahun.
Langkah ini menandai sebuah milestone penting bahwa untuk pertama kalinya produsen semen asal Indonesia melebarkan sayap hingga ke luar negeri. Sekaligus, ini juga menjadikan Semen Indonesia sebagai perusahaan terbesar di Asia Tenggara berdasarkan kapasitas terpasang di tahun 2013.
Di luar peningkatan produksi melalui akuisisi, pada laporan tahunan 2013 juga disebutkan adanya pembangunan sejumlah pabrik baru; di antaranya pabrik Tuban IV di Jawa dan Tonasa di Sulawesi. Kedua pabrik ini diproyeksikan bakal menambah kapasitas produksi Semen Indonesia sebanyak 6 juta ton per tahun pada tahun ini.
Grafik: Kapasitas Produksi Pabrik Semen Indonesia 2008-2013
Sumber: Semen Indonesia, diolah Bareksa.com
Membangun pabrik semen membutuhkan waktu dan biaya yang tinggi. Pembangunan pabrik hingga ke tahap operasional paling tidak perlu satu hingga dua tahun.
Yang juga penting digarisbawahi, di tengah langkah peningkatan kapasitas produksi itu, Semen Indonesia masih bisa menjaga kesehatan keuangan perusahaan. Dalam laporan presentasi Semester I-2014, terlihat hingga akhir Juni 2014 rasio debt to EBITDA masih sebesar 0,87 kali -- perusahaan dikatakan sehat jika besaran rasio di bawah angka 2 kali. Rasio debt to EBITDA menghitung seberapa besar utang dibandingkan laba usaha plus beban depresiasi.
Posisi kas SMGR juga masih terjaga di atas Rp2 triliun. Produsen semen membutuhkan kas yang besar untuk mengantisipasi kerusakan pabrik yang biaya perbaikannya sama seperti membangun pabrik baru, yakni sekitar Rp1,2 triliun per ton.
Grafik: Posisi kas dan rasio debt to EBITDA Semen Indonesia
Sumber: Perusahaan, diolah Bareksa.com
Seiring peningkatan kapasitas produksi, produksi semen Semen Indonesia juga meningkat menjadi 25,59 juta ton di tahun 2013. Secara tahunan, produksi semen naik 7 persen per tahun.
Grafik: Produksi Semen Indonesia 2008-2013
Sumber: Semen Indonesia, diolah Bareksa.com
Volume penjualan Semen Indonesia juga meningkat 10,8 persen tiap tahunnya sepanjang periode 2008-2013. Volume penjualan di tahun 2013 melonjak 66,87 persen menjadi 27.8 juta ton dibandingkan tahun 2008. Lonjakan volume penjualan ini juga didukung oleh naiknya laju konsumsi masyarakat seiring dengan meningkatnya pembangunan infrastruktur. Tertera di situs resmi Asosiasi Semen Indonesia, pertumbuhan penjualan semen didukung oleh berbagai program pembangunan infrastruktur yang dicanangkan pemerintah dalam MP3EI.
Grafik: Volume Penjualan Semen Indonesia 2008-2013
Sumber: Semen Indonesia, diolah Bareksa.com
Pertumbuhan volume penjualan dan produksi tersebut juga berimbas pada kenaikan laba bersih. Sepanjang periode tersebut, dari hitungan Bareksa.com, laba bersih Semen Indonesia mengalami pertumbuhan tahunan 16,3 persen per tahun.
Berdasarkan laporan akhir tahun 2013, Semen Indonesia mencatat laba bersih Rp5,37 triliun atau meningkat lebih dari dua kali lipat dibandingkan perolehan tahun 2008.
Tabel: Marjin Produsen Semen
Sumber: Bareksa.com
Tetapi dari segi marjin, efisiensi Semen Indonesia masih berada di bawah PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk (INTP) sebagai produsen semen terbesar kedua di Indonesia. Pada tahun 2013, net profit margin Semen Indonesia hanya sebesar 21,92 persen sementara Indocement 26,81 persen. (kd)