Berita / / Artikel

Masalah BBM Subsidi Terletak Pada Konsumsi Masyarakat, Bukan Harga Minyak Mentah

• 19 Nov 2014

an image
Pengendara antre untuk pengisian BBM jenis premium di SPBU Kabupaten Tegal, Jateng, Senin (Antara Foto/Oky Lukmansyah)

Turunnya harga minyak dunia hanya membantu mengatasi masalah anggaran tetapi tidak mengerem konsumsi

Bareksa.com - Banyak pihak yang mempertanyakan kepada Presiden Joko Widodo mengapa menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) disaat harga minyak mentah dunia turun hingga $80 per barel.

Ekonom Mandiri Sekuritas, Aldian Taloputra mengatakan bahwa permasalahan bengkaknya nilai subsidi BBM pemerintah lebih disebabkan peningkatan volume dibandingkan dengan peningkatan harga minyak mentah.

"Yang harus direm adalah konsumsi masyarakat terhadap pemakaian BBM bersubsidi," kata Aldian kepada Bareksa.com.

Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), selain terjadi peningkatan kuota BBM tiap tahunnya, realisasi pemakaian juga selalu berada diatas kuota.

Sepanjang 2011 sampai 2013, pertumbuhan realisasi kuota BBM mencapai 6,4 persen per tahun.

Tabel. Kuota BBM (Dalam Juta Kilo Liter)

Sumber: ESDM

Naik dan turunnya harga minyak hanya membantu dari segi anggaran tetapi tidak dalam defisit neraca minyak dan gas (migas) yang terus melebar imbas dari peningkatan impor migas yang tidak produktif.

Selain itu perlu diingat penurunan harga minyak dunia juga dapat mendorong penurunan penerimaan negara.

Dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2015, pemerintah memperkirakan akan menerima sekitar Rp156 triliun dari pendapatan minyak bumi dengan asumsi harga minyak sebesar $105 per barel, target lifting sebesar 900 ribu barel per hari dan kurs yang digunakan adalah Rp11.900 per dolar Amerika.

Berasumsi pada jumlah target lifting yang sama, penurunan harga minyak hingga $80 per barel dan pelemahan rupiah hingga Rp12.100 per dolar dapat mendorong penurunan penerimaan minyak bumi sebesar 22,5 persen menjadi sekitar Rp121 triliun.

Sebelumnya Menteri Keuangan, Bambang Brodjonegoro juga menilai penurunan harga minyak baru berlangsung pada beberapa minggu terakhir sehingga jika dirata-ratakan harga minyak mentah masih tinggi.

"Bulan Januari mencapai $105 per barel, Juni $109, Juli $104, September $95 dan baru pada bulan Oktober mencapai $83 per barel. Jika angka ini dirata-ratakan dalam setahun harga minyak mentah menjadi $99," kata Bambang dalam konferensi pers hari ini.

Aldian menilai efek kenaikan harga BBM tidak hanya memberikan ruang fiskal dalam anggaran tetapi juga menurunkan defisit migas.

Grafik. Pergerakan surplus & defisit migas ($ Juta)

Sumber: Bareksa.com

Indonesia mengalami defisit migas sejak tahun 2012 dan terus membengkak hingga akhir tahun 2013 menjadi sebesar $12,63 miliar. Periode Januari hingga September 2014 defisit migas juga sudah mencapai $9,62 miliar atau sebesar 76 persen dari besaran defisit tahun 2013.

Kenaikan ini terjadi karena konsumsi minyak mentah Indonesia terus meningkat sementara produksi berkurang. Jika menunggu produksi membutuhkan waktu dan jumlahnya terbatas. Maka yang dapat dilakukan adalah menekan konsumsi.

Sejak tahun 2003, Indonesia mengimpor minyak mentah dan nilai impor itu terus mengalami pertambahan karena gap pertumbuhan produksi dan konsumsi yang semakin melebar.

Grafik Produksi dan Konsumsi Minyak Mentah Dalam Ribu Barel Per Hari

Sumber : www.bp.com, diolah Bareksa.com

Berdasarkan data olahan Bareksa.com, rata-rata pertumbuhan produksi minyak mentah dari tahun 2008 sampai 2013 adalah  negatif 1,1 persen. Sementara pada periode yang sama konsumsi minyak mentah Indonesia tumbuh 4,3 persen. (np)

 

 

 

 

Tags: