Pengamat: Tim Prabowo Hanya Perbaiki Struktur Penulisan dan

Bareksa • 08 Aug 2014

an image
Tim advokasi pasangan Prabowo-Hatta menunjukkan berkas revisi sengketa pilpres yang diserahkan di Gedung Mahkamah Konstitusi Jakarta, Kamis (7/8). (ANTARA FOTO/Wahyu Putro A)

Update komentar tim hukum Jokowi-JK dari paragrah 8

Bareksa.com - Pengamat hukum tata negara Refly Harun menyatakan perbaikan yang dilakukan oleh tim hukum Prabowo-Hatta hanya memperbaiki struktur penulisan seperti salah ketik, perbaikan paragraf, dan penambahan referensi alat bukti hukum.

"Karena tidak mungkin dalam waktu 1x24 jam tim Prabowo-Hatta memperbaiki tuntutannya. Masalah yang diminta juga tetap sama yaitu terkait masalah perbedaan hasil perhitungan sebanyak 5 juta suara."

Lebih lanjut, Refly menilai pihak Prabowo harus bisa membuktikan dari mana hasil perbedaan suara tersebut dan apakah bukti-bukti tersebut otentik atau tidak.

"Untuk itu, kita bisa mengecek dengan data milik Bawaslu (Badan Pengawas Pemilu) apakah sama dengan data pemohon (tim Prabowo) atau tim KPU. Jangan sampai ternyata jumlah yang diklaim tim Prabowo malah beda dengan Bawaslu"

Anggota Bawaslu Narullah menyatakan bahwa bawaslu dapat memberikan bantuan data kepada MK untuk pengambilan keputusan seperti ditayangkan Metro TV.

Terkait permintaan tim Prabowo, Narullah menilai untuk dilakukannya pemilihan ulang bukanlah hal yang mudah.

"Pelanggaran yang terjadi harus terbukti dan bukti-bukti yang ditunjukkan pemohon harus memiliki akurasi yang bagus."

Ketua tim kuasa hukum pasangan Jokowi-JK Sirra Prayana menilai tidak ditanggapinya permohonan pemilu ulang karena sebelumnya Prabowo menyatakan telah menarik diri dari proses Pilpres 2014.

"Karena sudah menyatakan menarik diri, sehingga pak Prabowo tidak lagi memenuhi syarat untuk mengajukan gugatan sengketa ini."

Selain itu, Sirra juga menyatakan tuntutan tim Prabowo terkait kecurangan masif, terstruktur, dan sistemik yang terjadi selama proses pilpres tidak dijelaskan secara rinci terjadi dimana dan bentuk pelanggaran yang terjadi.

"Untuk pelanggaran yang diklaim terjadi di Jawa Timur, pemohon baru meminta penundaan pemilu setelah proses rekapitulasi sudah di tahap nasional, Padahal sebelumnya tidak ada keberatan di tingkat bawah seperti tingkat kota." (QS)