Investor 'Wait-and-See'; Perhatian pada Sidang Sengketa Pilp

Bareksa • 06 Aug 2014

an image
Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi Hamdan Zoelva (kiri) bersama Hakim Konstitusi Arief Hidayat memimpin sidang panel sengketa hasil pilkada kabupaten Kuningan di Gedung MK. (ANTARA FOTO/Dhoni Setiawan)

Update 1: Paragrf 5-7, Komentar Refly Harun, ahli hukum tata negara

Update 1: Paragrf 5-7, Komentar Refly Harun, ahli hukum tata negara

Bareksa.com – Sidang perdana gugatan calon presiden dan wakil presiden Prabowo-Hatta Rajasa terkait perselisihan hasil pemilu presiden akan dimulai hari ini (6/8). Pasangan capres tersebut mengklaim telah terjadi pelanggaran di 210 ribu tempat pemungutan suara (TPS) dengan jumlah pemilih sebanyak 50 juta suara.

Ketua DPD Gerindra DKI Jakarta M Taufik menyatakan ada sebanyak 30 ribu kader akan dikerahkan Gerindra untuk mengawal proses sidang tersebut seperti yang dikutip dari Kompas.

Investor obligasi masih menunggu dan memilih menyimpan dana cash ditengah ketidakstabilan politik, terutama masalah perselisihan hasil pemilu, Bagus Ari, analis obligasi pada Emco Money Broker, menyatakan kepada Bareksa.com.

“Rentang harga jual dan beli sangat lebar dengan volume perdagangan juga sepi dibandingkan sebelum pemilu. Volatilitas juga lebih tinggi, terlebih jika ada event terkait pemilu seperti hasil pemilu legislatif yang tidak sesuai yang diharapkan pasar,” ujar Bagus.

Refly Harun, ahli hukum tata negara dalam Metro TV menilai sepanjang tidak ditemukannya ketidakjujuran dan ketidakadilan yang terjadi, MK tidak boleh membuat keputusan yang melanggar prinsip hukum seperti soal administrasi yang merupakan pelanggaran ringan jangan ditimpakan kepada calon pasangan Presiden dan Wakil Presiden. "Kita tidak tahu secara pasti pasangan calon mana yang diuntungkan dari pelanggaran tersebut".

Refly menilai sebaiknya MK lebih berkonsentrasi pada klaim kemenangan 50,26 persen karena hal tersebut lebih mudah untuk dibuktikan seperti halnya kasus Pilkada Palembang pada bulan Juli.

"Pilkada Palembang dapat dijadikan contoh, pemenang Pilkada menjadi tersangka karena terbukti mengubah formulir C1 pada lima TPS untuk memperoleh kemenangan. Saya khawatir ada upaya-upaya untuk melakukan hal itu terlebih jika pihak yang berperkara memiliki kekuatan, khususnya kekuatan finansial. Apa susahnya untuk merubah formulir untuk merubah keadaan. Oleh karena itu, MK harus koreksi betul apakah hasil formulir benar atau tidak" tambah Refly.

Analis SuccorInvest Gani, Ariawan, menilai tidak hanya ketidakstabilan politik dalam negeri yang menyebabkan pelaku pasar menerapkan strategi 'wait-and-see'. Faktor Eksternal seperti kondisi global dan jeleknya data perekonomian Indonesia turut mempengaruhi.

“Tidak hanya masalah ketidakstabilan politik, masalah perang Rusia-Ukraina dan mengecewakannya rilis data ekonomi masih menjadi perhatian pelaku pasar. Hal ini menyebabkan investor kurang agresif dalam berinvestasi. Nilai Bid pada lelang hari ini tercatat hanya sebesar Rp 17,9 Triliun. Lebih kecil dari 10 kali lelang terakhir,” ujar Ariawan kepada Bareksa.com

Ariawan menilai saat ini merupakan saat yang baik untuk mulai membeli obligasi untuk investor yang memiliki horizon jangka menengah dan panjang. Hal ini terkait data sepanjang sepuluh tahun terakhir pada bulan Agustus selalu mengalami koreksi dan market menguat pada bulan-bulan ke depannya. Selain itu, Ariawan juga yakin data defisit perdagangan pada akhir tahun akan menurun.

“Peningkatan defisit perdagangan biasa terjadi menjelang momen puasa dan idul fitri. Setelah itu, impor barang akan menurun dan pada akhirnya defisit perdagangan juga akan berkurang,” tambah Ariawan. (QS)(NP)

 

*oleh Suhendra